1.
Muhammad
Ali Pasha (1765-1849 M)
Muhammad Ali Pasha melakukan pembenahan ekonomi
dan militer di Mesir. Atas saran para penasihatnya, ia juga melakukan program
pengiriman tentara untuk belajar di Eropa. Pemerintahan Muhammad Ali Pasha
menandai permulaan diferensiasi yang sebenarnya antara struktur politik dan ke
agamaan di Mesir. Muhammad Ali berkuasa penuh. Ia telah menjadi wakil Sultan
dengan resmi di Mesir dan rakyat sendiri tidak mempunyai organisasi dan
kekuatan untuk menentang kekuasannya.
Muhammad Ali Pasha mendapatkan kepercayaan sebagai
pemimpin militer pada era Daulah Usmani dan menjadi seorang pemimpin tersohor
kebanggaan negara Mesir, terutama dalam merevolusi negara tersebut menjadi
sebuah negara industri dan modern. Bahkan, orang Mesir sendiri mengenalnya
sebagai seorang pahlawan.
Walaupun tidak dilahirkan di Mesir dan tidak
berbahasa Arab, namun keinginannya untuk membangun dan meningkatkan sumber
penghasilan ekonomi bagi negara Mesir sangat besar.
Inisiatif, visi dan semangat yang dimilikinya tak mampu ditandingi pahlawan-pahlawan lain
yang sezaman dengannya.
Muhammad Ali Pasha adalah pendiri dinasti Mesir
yang keturunannya memerintah Mesir sampai tahun 1952. Kemunculannya di Mesir
tahun 1799 sebagai salah seorang diantara 300 orang anggota pasukan yang
dikirim Albania atas perintah Sultan Usmani untuk mengusir Perancis. Pada
awalnya ia berkedudukan sebagai penasehat komandan pasukan Albania, karena
kecakapannya dalam memimpin maka ia diangkat menjadi komandan penuh.
Setelah berhasil mengusir Napoleon dari Mesir,
ia diangkat menjadi jendral tahun 1801. Pada bulan Nopember 1805 ia menjadi
penguasa di Mesir dan bulan April 1806
ia diangkat menjadi Wali Negara Mesir dengan gelar Pasha. Beberapa pembaruan
yang dilakukan Muhammad Ali Pasha:
a.
Dalam
Bidang Militer
Setelah Perancis dapat diusir Inggris pada
tahun 1802 M, Muhammad Ali Pasha mengundang Save, seorang perwira tinggi
Perancis untuk melatih tentara Mesir.
Pada tahun 1815 M untuk pertama kalinya Mesir
mendirikan Sekolah Militer yang sebagian besar instrukturnya didatangkan dari
Eropa. Tidak hanya itu, namun ia
juga banyak mengimpor persenjataan buatan Eropa seperti buatan Jerman atau
Inggris. Terinspirasi oleh pelatihan militer bangsa Eropa, Muhammad Ali Pasha
kemudian melatih militernya berdasarkan Nidzam
al-Jadid atau bisa disebut dengan peraturan baru. Tentara Mesir diatur
dengan disiplin dan mulai memperkuatkannya dengan menjadikan para petani luar
daerah untuk mengikuti wajib militer. Upaya itu ternyata cukup berhasil untuk menjadikan
kekuatan militer Mesir semakin berkembang.
b.
Bidang
Ekonomi dan Sosial
Muhammad Ali Pasha sangat memahami bahwa di
belakang kekuatan militer mesti harus ada kekuatan ekonomi yang sanggup
membiayai pembaruan di bidang militer dan bidang-bidang yang bersangkutan
dengan militer. Jadi dua hal yang penting baginya, kemajuan ekonomi dan
kekuatan militer, dan dua hal ini menghendaki pengetahuan atau ilmu-ilmu
modern.
Untuk meningkatkan perkembangan ekonomi
Muhammad Ali Pasha juga membangun sistem irigasi, sehingga hasil pertanian
menjadi lebih baik. Mesir adalah negara yang tergantung dari pertanian oleh karena
itu di samping memperbaiki irigasi lama, ia juga mengandalkan irigasi baru, memasukkan penanaman kapas dari India dan Sudan.
Usaha Muhammad Ali Pasha yang hebat adalah
menyelesaikan pembangunan sebuah terusan kuno yang menghubungkan antara
Alexandria dengan sungai Nil. Menurut beberapa sumber, upaya tersebut diawali
dengan penggalian yang mengerahkan kurang lebih 100.000 petani Mesir. Dari hal
tersebut meningkat pulalah pusat irigasi dari tahun 1813-1830 M hingga 18%.
c.
Dalam
Bidang Pendidikan
Muhammad Ali Pasha menaruh perhatian besar pada
perkembangan ilmu pengetahuan. Hal ini terbukti dengan dibentuknya kementerian
pendidikan. Setelah itu didirikan Sekolah Militer tahun 1815 M, Sekolah Teknik
tahun 1816 M, Sekolah Kedokteran tahun 1827 M, Sekolah Pertanian dan Apoteker
tahun 1829 M, Sekolah Pertambangan tahun 1834 M dan Sekolah Penerjemah tahun
1839 M. Selain itu, ia juga banyak mengirim pelajar ke Perancis untuk belajar
pengetahuan berupa sains dan teknologi Barat di Perancis.
Menurut catatan sejarah ia mengirim 311 pelajar
Mesir ke Italia, Perancis, Inggris dan Austria dengan mengambil disiplin
keilmuan yang beragam seperti kemiliteran, ilmu administrasi, arsitek,
kedokteran dan obat-obatan. Selain mendirikan
beberapa sekolah dan mengirim pelajar ke luar Muhammad Ali Pasha juga melakukan
penerjemahan buku-buku terbitan Eropa dalam skala yang besar. Dalam program
penerjemahan tersebut Muhammad Ali Pasha menunjuk Rifa`ah At-Tahtawi. Dalam
masa kepemimpinan Rifa’ah, sekolah penterjemah berkembang lebih baik dengan
menggencarkan penterjemahan buku-buku Barat, seperti buku filsafat, ilmu
militer, ilmu fisika, ilmu bumi, logika, antropologi, ilmu politik dan lain
sebagainya.
Muhammad Ali Pasha menerbitkan majalah al-Waqa'i al-Mishriyah (Berita Mesir)
berbahasa Arab pertama kalinya pada tahun 1828 M. Majalah ini merupakan majalah
resmi yang diterbitkan oleh pemerintah.
2.
Jamaluddin Al-Afghani
Kembalinya Jamaluddin Al-Afghani ke India untuk
kedua kalinya setelah pergi meninggalkan Mesir karena ketidak senangan Inggris
yang telah menghasut kaum teolog untuk melawan Jamaluddin Al-Afghani atas kegiatan-kegiatannya
yang menyebabkan banyaknya orang Kristen yang masuk Islam. Di sini, Al-Afghani
menuliskan risalah yang sangat terkenal, Risalah
fi Ar-Radd al-Masihiyah (Pembuktian Kesalahan Kaum Materialis), risalah ini
menimbulkan gejolak besar kalangan materialis.
Jamaluddin al-Afghani pernah menerbitkan jurnal
Al-Urwah Al-Wutsqa yang mengecam
keras Barat. Jurnal tersebut juga dikenal sebagai jurnal anti penjajahan, yang
diterbitkan di Paris. Jurnal ini segera menjadi barometer perlawanan
imperialisme dunia Islam yang merekam komentar, opini, dan analisis bukan saja
dari tokoh-tokoh Islam dunia, tetapi juga ilmuwan-ilmuwan barat yang penasaran
dan kagum dengan kecemerlangan Al-Afghani.
Pada tahun 1889, Al-Afghani diundang ke Persia
untuk suatu urusan persengketaan politik antara Persia dengan Rusia. Bersamaan
dengan itu al-Afghani melihat ketidakberesan politik dalam negeri Persia
sendiri. Karenanya, Jamaluddin Al-Afghani menganjurkan perombakan sistem
politik yang masih otokratis. Kontribusi al-Afghani yang lain adalah perlawanan
terhadap kolonial barat yang menjajah negeri-negeri Islam.
Dalam rangka usaha membangkitkan semangat umat
Islam serta pengembalian keutuhan umat Islam, Al-Afghani menganjurkan
pembentukan suatu ikatan politik yang mempersatukan seluruh umat Islam berupa
gerakan Pan-Islamisme. Pan-Islamisme menghendaki persatuan umat
Islam sebagai kekuatan bersama untuk membebaskan dirinya dari penjajahan dan
membangun kekuatan bersama.
Al-Afghani adalah sosok yang mengabdikan
dirinya untuk mengingatkan dan membangkitkan dunia Islam, yang menurutnya harus
meninggalkan perselisihan dan berjuang bersama. Beliau juga membangkitkan
semangat nasionalisme di negara- negara yang pernah di kunjunginya, sehingga
Al-Afghani mendapat julukan sebagai bapak Nasionalisme
Islam.
Ikatan tersebut, yang didasarkan atas
solidaritas akidah Islam, bertujuan membina kesetiakawanan dan pesatuan umat
Islam dalam perjuangan; pertama,
menentang sistem pemerintahan yang dispotik
atau sewenang-wenang, dan menggantikannya dengan sistem pemerintahan yang
berdasarkan musyawarah seperti yang diajarkan Islam, hal ini juga berarti
menentang sistem pemerintahan Usmaniyah yang absolut. Kedua, menentang
kolonialisme dan dominasi Barat.
Al-Afghani menilai penyebab kemunduran di dunia
Islam, adalah tidak adanya keadilan dan syura
(dewan) serta tidak setianya pemerintah pada konstitusi dikarenakan
pemerintahan yang sewenang-wenang, inilah alasan mengapa pemikir di
negara-negara Islam di timur tidak bisa mencerahkan masyarakat tentang intisari
dan kebaikan dari pemerintahan republik.
Bagi Al-Afghani, pemerintah rakyat adalah
“pemerintahan yang terbatas”, pemerintahan yang yang dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, dan karenanya merupakan lawan dari
pemerintahan absolut. Merupakan suatu
pemerintah yang berkonsultasi dalam mengatur, membebaskan dari beban yang
diletakkan pemerintahan despotik dan
mengangkat dari keadaan membusuk ke tingkat kesempurnaan.
Dalam buku Prof. Ahmad Amin dari Kairo yang
berjudul Zuma al-Islah, para
penulisnya sepakat bahwa Al-Afghani memiliki dua tujuan yang jelas dan pokok
yang menggarisbawahi misinya yang besar :
a.
Mengisi
semangat baru di Timur sehingga ia menghidupkan kembali kebudayaan, ilmu
pengetahuan, pendidikan, kebersihan agamanya yang kaya, sehingga membebaskan
kepercayaannya dari dunia mistik, dan menjernihkan moralnya dari apa yang telah
terkumpul di sekitar mereka dan kemudian kembali kepada kekuasaan dan landasan
yang pernah mereka pegang dan miliki.
b.
Melawan
dominasi asing (Imperialisme Barat) sehingga negara-negara Timur dikembalikan
kepada kemerdekaannya, yang diperkuat oleh ikatan kebersamaan untuk menghalau
bahaya yang datang dari bangsa Barat.
Sebagian
ide dan pemikiran Al-Afghani ditorehkan dalam tulisan. Di antara karyanya
adalah Bab ma Ya’ulu Ilaihi Amr
al-Muslimin, yang membahas tentang sesuatu yang melemahkan umat Islam; Makidah asy-Syarqiyah, yang menjelaskan
tentang tipu muslihat para orientaslis; Risalah
fi Ar-Radd al-Masihiyah, yang berisi tentang risalah untuk menjawab orang
Kristen. Diya’ al-Khafiqain yaitu
hilanya Timur dan Barat, dan beberapa karya lainnya.
3.
Muhammad Abduh
Ide-ide
Pembaruan Muhammad Abduh;
a.
Faktor
Utama Kemunduran Umat Islam adalah Jumud
Muhammad Abduh berpandangan bahwa penyakit yang
melanda negara- negara Islam adalah adanya kerancuan pemikiran agama di
kalangan umat Islam sebagai konsekuensi datangnya peradaban Barat dan adanya
tuntutan dunia Islam modern. Sebab yang membawa kemunduran umat Islam adalah
bukan karena ajaran Islam itu sendiri, melainkan adanya sikap jumud di tubuh umat Islam. Menurut
Muhammad Abduh Al-Islamu mahjubun bil
muslimin. Jumud yaitu keadaan
membeku/statis, sehingga umat tidak mau menerima perubahan, yang dengannya
membawa bibit kepada kemunduran umat saat ini (al-Jumud ‘illatun tazawwul).
Seperti dikemukakan Muhammad Abduh dalam al-Islam baina al-’Ilm wa al-Madaniyyah,
dijelaskan bahwa sikap jumud dibawa ke tubuh Islam oleh orang- orang yang bukan
Arab, yang merampas puncak kekuasaan politik di dunia Islam. Mereka juga
membawa faham animisme, tidak mementingkan pemakaian akal, jahil dan tidak
kenal ilmu pengetahuan. Rakyat harus dibutakan dalam hal ilmu pengetahuan agar
tetap bodoh.
b.
Bidang
Masalah Ijtihad
Muhammad Abduh banyak menonjolkan pemikiran Ibn
Taimiyyah tentang Ibadah dan Muamalah. Bahwa ajaran-ajaran yang terdapat dalam
Qur’an dan hadis bersifat tegas, jelas dan terperinci. Sebaliknya,
ajaran-ajaran mengenai hidup kemasyarakatan umat hanya merupakan dasar-dasar
dan prinsip umum tidak terperinci, serta sedikit jumlahnya. Oleh karena
sifatnya yang umum tanpa perincian, maka ajaran tersebut dapat disesuaikan
dengan zaman.
Penyesuaian dasar-dasar itu dengan situasi
modern dilakukan dengan mengadakan interpretasi baru. Untuk itu, Ijtihad perlu dibuka. Dalam kitab Tarikh Hashri al-Ijtihad dikutip
pendapat ‘Abduh mengenai ijtihad sebagai berikut: “Sesungguhnya kehidupan sosial manusia selalu mengalami perubahan,
selalu terdapat hal-hal baru yang belum pernah ada pada zaman sebelumnya.
Ijtihad adalah jalan yang telah ada dalam syariat Islam sebagai sarana untuk
menghubungkan hal-hal baru dalam kehidupan manusia dengan ilmu-ilmu Islam,
meskipun ilmu-ilmu Islam telah dibahas seluruhnya oleh para ulama terdahulu.”
Selanjutnya, menurut Muhammad Abduh, untuk
orang yang telah memenuhi syarat ijtihad di
bidang muamalah dan hukum kemasyarakatan bisa didasarkan langsung pada Alquran
dan Hadis dan disesuaikan dengan zaman. Sedangkan ibadah tidak menghendaki
perubahan menurut zaman.
Pendapat tentang dibukanya pintu ijtihad bukan
semata-mata pada hati tetapi pada akal. Al-Qur'an memberikan kedudukan yang
tinggi bagi akal. Islam, menurutnya adalah agama rasional. Mempergunakan akal
adalah salah satu dasar Islam. Iman seseorang takkan sempurna tanpa akal. Agama
dan akal yang pertama kali mengikat
tali persaudaraan
c. Bidang
Ilmu Pengetahuan Islam (Pendidikan)
Seperti dikutip Fazlur Rahman, Muhammad Abduh
menyatakan bahwa ilmu pengetahuan modern banyak berdasar pada hukum alam (sunnatullah, yang tidak bertentangan
dengan Islam yang sebenarnya). Sunnatullah
adalah ciptaan Allah SWT. Wahyu juga berasal dari Allah. Jadi, karena
keduanya datang dari Allah, tidak dapat bertentangan satu dengan yang lainnya.
Islam mesti sesuai dengan ilmu pengetahuan modern dan, yang modern mesti sesuai
dengan Islam, sebagaimana zaman keemasan Islam yang melindungi ilmu pengetahuan.
Dengan penuh semangat, Muhammad Abduh
menyuarakan penggalian sains dan penanaman semangat ilmiah Barat. Kemajuan
Eropa karena belahan dunia ini telah mengambil yang terbaik dari ajaran Islam.
Islam pasti mampu beradaptasi dengan dunia modern. Muhammad Abduh ingin
membuktikan bahwa Islam adalah agama rasional yang dapat menjadi basis
kehidupan modern.
Sebagai konsekuensi dari pendapatnya, Muhammad
Abduh berupaya untuk memperbarui pendidikan dan pelajaran modern, yang
dimaksudkan agar para ulama kelak tahu kebudayaan modern
dan mampu menyelesaikan persoalan modern.
Pendidikan adalah hal terpenting dalam kehidupan manusia dan dapat merubah
segala sesuatu.
Muhammad Abduh memperjuangkan sistem pendidikan
fungsional yang bukan impor, yang mencakup pendidikan universal bagi semua
anak, laki-laki dan perempuan. Semuanya harus punya kemampuan dasar seperti
membaca, menulis, dan berhitung. Semuanya harus mendapat pendidikan agama, yang
mengabaikan perbedaan sektarian dan menyoroti perbedaan antara Kristen dan
Islam. Isi dan lama pendidikan haruslah beragam, sesuai dengan tujuan dan
profesi.
Muhammad Abduh percaya bahwa anak petani dan
tukang harus mendapat pendidikan minimum, agar mereka dapat meneruskan jejak
ayah mereka. Kurikulum sekolah ini harus meliputi: (1) buku ikhtisar doktrin
Islam yang berdasarkan ajaran Sunni dan tidak menyebut-nyebut perbedaan
sektarian; (2) teks ringkas yang memaparkan secara garis besar fondasi
kehidupan etika dan moral dan menunjukkan mana yang benar dan yang salah; dan
(3) teks ringkas sejarah hidup Nabi Muhammad Saw, kehidupan shahabat, dan
sebab-sebab kejayaan Islam.
Sedangkan untuk sekolah menengah haruslah mereka yang ingin mempelajari
syariat, militer, kedokteran, atau ingin bekerja ada pemerintah. Kurikulumnya
haruslah meliputi, antara lain: (1) buku yang memberikan pengantar pengetahuan,
seni logika, prinsip penalaran; (2) teks tentang doktrin, yang menyampaikan
soal-soal seperti dalil rasional, menentukan posisi tengah dalam upaya
menghindarkan konflik, pembahasan lebih irnci mengenai perbedaan antara Kristen
dan Islam, dan keefektifan doktrin Islam dalam membentuk kehidupan di dunia dan
akherat; (3) teks yang menjelaskan mana yang benar dan salah, penggunaan nalar
dan prinsip-prinsip doktrin; serta (4) teks sejarah yang meliputi berbagai
penaklukan dan penyebaran Islam.
Adapun pendidikan yang lebih tinggi lagi untuk
guru dan kepala sekolah, dengan kurikulum yang lebih lengkap, mencakup: (1)
tafsir al-Qur’an; (2) ilmu bahasa dan bahasa Arab; (3) ilmu hadis; (4) studi
moralitas (etika); (5) prinsip- prinsip fiqh; (6) seni berbicara dan
meyakinkan; dan (7) teologi dan pemahaman doktrin secara rasional.
d.
Bidang
Keluarga dan Wanita
Menurut Muhammad Abduh, pondasi terpenting dari
masyarakat baru adalah individu. Umat terdiri dari unit-unit keluarga. Kalau
unit-unit ini tidak memberikan lingkungan yang sehat dan fungsional bagi
perkembangan individu di dalamnya, maka pondasi masyarakat akan runtuh.
Menurut Muhammad Abduh, jika wanita memang
punya kualitas pemimpin dan kualitas membuat keputusan, maka keunggulan pria
tak berlaku lagi. Muhammad Abduh juga berpendapat bahwa, penyebab perpecahan atau
fitnah dalam masyarakat adalah karena pria mengumbar hawa nafsunya.
4.
Muhammad
Rasyid Ridha
Dalam pengembaraan ilmiahnya di Mesir, Muhammad
Rasyid Ridha bertemu bertemu dengan Muhammad Abduh sebagai gurunya. Pergulatan
ilmiah dengan Muhammad Abduh menjadikan waktu Muhammad Rasyid Ridha semakin
sibuk menambah pengetahuannya tentang pembaruan Islam. Dalam suatu kesempatan,
Rasyid Ridha menyampaikan keinginannya untuk menerbitkan majalah yang diberi
nama Al-Manar. Tujuan Rasyid Ridha dalam menerbitkan majalah Al-Manar yaitu
untuk mengadakan pembaruan melalui media cetak yang di dalamnya berisikan
bidang agama, sosial, ekonomi, memberantas takhyul dan faham bidah yang masuk
ke dalam kalangan umat Islam. Serta menghilangkan faham fatalisme, faham-faham
salah yang dibawa oleh tharekat tasawuf, meningkatkan mutu pendidikan dan
membela umat Islam terhadap permainan politik negara Barat.
Majalah Al-Manar terbit perdana pada tanggal 22
Syawal 1315 H/17 Maret 1898 M. Majalah ini terbit secara berkala memuat delapan
halaman dalam satu edisinya. Majalah ini tidak hanya berisi artikel (ide)
pemikiran Muhammad Abduh dan Muhamad Rasyid Ridha, namun juga banyak
penulis-penulis lain yang terlibat dalam penulisan majalah Al-Manar.
Tidak hanya majalah Al-Manar, merasa tidak
cukup dengan artikel terbatas yang diterbitkan dalam majalah Al-Manar, kemudian
Muhamad Rasyid Ridha berinisiasi untuk menuliskan materi-materi kuliah Muhammad
Abduh yang nantinya menjadi menjadi Tafsir Al-Manar. Muhammad Abduh memberikan
kuliah-kuliah tafsir ini sampai ia meninggal di tahun 1905 M. Setelah gurunya
meninggal, Rasyid Ridha meneruskan penulisan sesuai dengan jiwa dan ide yang
dicetuskan oleh Muhammad Abduh.
Pemikiran pembaruan Islam Muhammad Rasyid Ridha
dapat dibagi menjadi beberapa bidang :
a.
Bidang Keagamaan
Pemikiran pembaruan Muhammad Rasyid Ridha dalam
bidang keagamaan bisa dikatakan sama seperti pemikiran Muhammad Abduh,
kedekatan hubungan antara Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha menciptakan
dinamika yang sama. Umat Islam mengalami kemunduran karena tidak menganut
ajaran- ajaran Islam yang sebenarnya. Hal ini dikarenakan banyak faham-faham
yang tidak sesuai masuk ke dalam tubuh Islam, seperti segala khurafat,
takhayul, bidah, jumud dan taklid.
Menurut Muhammad Rasyid Ridha, umat Islam harus
kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya yaitu, ajaran yang murni dan
terhindar dari segala bid`ah yang merongrong ajaran tauhid. Muhammad Rasyid
Ridha mengatakan bahwa Islam itu sederhana sekali, sesederhana dalam ibadah dan
sederhana dalam muamalahnya. Ibadah kelihatannya berat dan ruwet karena dalam
ibadah telah ditambahkan hal-hal yang bukan wajib, tetapi sebenarnya hanya
sunnah.
Ijtihad diperlukan hanya untuk persoalan hidup
kemasyarakatan. Ayat dan Hadis yang mengandung arti tegas, tidak diperlukan
ijtihad. Akal dapat dipergunakan terhadap ayat dan hadis yang tidak mengandung
arti tegas dan terhadap persoalan-persoalan yang tidak tersebut dalam Alquran
dan Hadis. Oleh karena itu, disinilah letak dinamika Islam menurut faham
Muhammad Rasyid Ridha.
b.
Bidang
Pendididkan dan Ilmu Pengetahuan
Muhammad Rasyid Ridha sangat antusias memandang
kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan peradaban Barat yang modern. Gambaran
terhadap kemajuan teknologi yang dicapai oleh bangsa Barat mendapatkan
tanggapan positif dari Muhammad Rasyid Ridha.
Oleh Muhammad Rasyid Ridha ilmu-ilmu pengetahuan umum dimasukkan ke dalam lembaga pendidikan milik umat Islam. Untuk mencapat tujuannya dibentuklah lembaga pendidikan al-Dakwah Wal Irsyad pada tahun 1912 M di Cairo, Mesir.
Muhammad Iqbal
Menurut
pandangan Iqbal terdapat beberapa sebab kemunduran umat Islam :
1. Fakta sejarah menunjukan bahwa kehancuran
Baghdad, banyak mempengaruhi peradaban ummat Islam. Karena Baghdad pernah
menjadi pusat politik, kebudayaan dan pusat kemajuan pemikiran Islam.
Akibatnya, pemikiran ulama pada masa itu hanya bertumpu pada ketertiban sosial.
2. Ada kecenderungan ummat Islam terjerembab pada
paham fatalisme, yang menyebabkan umat Islam pasrah kepada nasib dan enggan
bekerja keras. Pengaruh zuhud yang terdapat dalam ajaran tasawuf yang dipahami
secara berlebihan dan salah mengakibatkan umat Islam tidak mementingkan
persoalan kemasyarakatan.
3. Awal kegagalan Islam dalam mengikuti
perkembangan modern salah satunya disebabkan hilangnya semangat ijtihad.
Munculnya kelompok muslim yang menganggap pintu ijtihad telah tertutup.
Pemahamann ini melahirkan sikap statis (jumud)
dalam pemikiran umat Islam, karena kegiatan ijtihad dianggap tertutup.
Untuk mengatasi berbagai persoalan yang
dihadapi umat Islam, maka Muhammad Iqbal menawarkan beberapa solusi yang harus
diterapkan yaitu :
a.
Secara
konsisten menerapkan konsep dinamisme Islam, umat Islam harus membangkitkan
kembali tradisi keilmuan. Al-Qur’an senantiasa menganjurkan pemakaian akal
untuk melihat tanda-tanda kebesaran Tuhan dan pada saat yang sama menganjurkan
umat Islam senantiasa bergerak aktif menyongsong perubahan zaman.
b.
Hukum
Islam tidak bersifat statis, tetapi dinamis dan berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman. Pintu ijtihad tidak pernah tertutup. Menurut Muhammad
Iqbal, ijtihad adalah mencurahkan segenap kemampuan intelektual, yang berarti
menempatkan akal pada kedudukan yang tinggi. Di dalam ijtihad, terdapat aspek
perubahan dan dengan adanya perubahan itulah, dinamika umat manusia berasal.
Paham dinamisme Islam inilah yang membuat Iqbal mempunyai kedudukan penting
dalam pembaruan Islam. Dalam syair-syairnya, ia mendorong umat Islam supaya bergerak
dan jangan tinggal diam.
c.
Intisari
hidup adalah gerak. Karenanya, Iqbal menyeru agar umat Islam bangun dan
menciptakan dunia baru. Dalam kaitannya dengan barat, Iqbal memandang barat
tidaklah bagus untuk dijadikan model peradaban. Kapitalisme dan materialisme
barat telah membawa kerusakan bagi kemanusiaan. Karena
itu boleh belajar
dari barat dalam hal metodologi ilmu pengetahuan dan
teknologi. Sedangkan nilai-nilai kehidupan harus digali dari ajaran Islam yang benar
dan budaya yang positif.
Mengenai paham Muhammad Iqbal yang mampu
membangkitkan umat Islam adalah tentang Dinamisme
Islam yaitu dorongannya terhadap umat Islam supaya bergerak dan jangan
tinggal diam. Inti sari hidup adalah gerak, sedang hukum hidup adalah
menciptakan, maka Iqbal menyeru kepada umat Islam agar bangun/bangkit dan
menciptakan dunia baru.
Dari segi bahasa, kata dinamisme artinya tidak
berhenti. Sedangkan menurut istilah dinamisme adalah suatu aktifitas yang
didasarkan pada kesadaran untuk selalu berubah secara positif untuk mengikuti
perkembangan zaman. Karena itu dinamisme sebagai tuntutan untuk memberdayakan
ummat. Konsekuensinya apabila umat kehilangan dinamisme, maka yang terjadi
adalah kemunduran yang akan berdampak pada kesengsaraan kehidupan.
Sumber: Kementrian Agama
Republik Indonesia. 2019. Buku Siswa : Sejarah Kebudayaan Islam Kelas XI.
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar