Menurut
Nurcholish Madjid modernisasi adalah pengertian yang identik, dengan pengertian
rasionalisasi. Dan hal ini berarti proses perombakan pola berfikir dan tata
kerja lama yang tidak aqliyah (rasional),
dan menggantikannya dengan pola berfikir dan tata kerja baru yang aqliyah. Kegunaannya ialah untuk
memperoleh daya guna dan efisiensi yang maksimal. Jadi sesuatu dapat disebut
modern kalau ia bersifat rasional, ilmiah dan bersesuaian dengan hukum-hukum
yang berlaku dalam alam
Di awal
abad XX pemikiran pembaruan sudah mewarnai arus pemikiran gerakan Islam di
Indonesia. Namun melihat dari perkembangan pembaruan di Indonesia, pembaruan di
Indonesia tidak banyak dipengaruhi oleh pembaruan dari luar negeri. Hal
tersebut diasumsikan bahwa pergerakan pembaruan yang terjadi di Indonesia
banyak dipengaruhi oleh pemikiran nasionalisme kebangsaan. Pembaruan dalam
Islam juga diwujudkan dalam bentuk pendidikan. Pembaruan dalam pendidikan
didasari argumentasi bahwa lembaga pendidikan merupakan media yang paling
efektif untuk menumbuhkan gagasan-gagasan baru.
Pembaruan
di Indonesia dipelopori oleh tokoh-tokoh organisasi keagamaan dan sosial,
diantaranya KH. Ahmad Dahlan
(Muhammadiyah), Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari (Nahdlatul Ulama) H. Ahmad Surkati (Al-Irshad), Zamzam
(Persis). Para ulama tersebut banyak belajar ilmu agama di Indonesia dan
menimba ilmu di Makkah. Di antara tokoh lainnya adalah HOS Tjokroaminoto
(Syarekat Islam) yang dikenal menggali inspirasi dari ide-ide pembaruan Islam
dari anak benua India.
Ada
beberapa jalur masuk nya ide-ide pembaruan dari luar ke Indonesia, di antaranya
adalah:
1.
Jalur haji dan mukim,
yakni
tradisi tokoh-tokoh umat Islam Indonesia yang menunaikan ibadah haji ketika itu
bermukim untuk sementara waktu guna menimba dan memperdalam ilmu keagamaan atau
pengetahuan lainnya. Sehingga ketika mereka kembali ke tanah air, kualitas
keilmuan dan pengamalan keagamaan mereka umumnya semakin meningkat. Ide-ide
baru yang mereka peroleh tak jarang kemudian juga mempengaruhi orientasi
pemikiran dan dakwah mereka di tanah air. Kepulangan para ulama yang sudah
pernah menimba ilmu di Makkah sangat kuat pengaruhnya di kalangan masyarakat
Indonesia. Sehingga gerakan-gerakan pembaruan Islam yang dibawa oleh para ulama
yang pulang dari Makkah berkembang dengan pesat.
2.
Jalur publikasi,
yakni
berupa jurnal atau majalah-majalah yang memuat ide-ide pembaruan Islam baik
dari terbitan Mesir maupun Beirut. Wacana yang disuarakan media tersebut
kemudian menarik muslim nusantara untuk menterjemahkannya ke dalam bahasa
Indonesia bahkan lokal, seperti pernah muncul jurnal al-Imam, Neracha dan Tunas
Melayu di Singapura, di Sumatera Barat juga terbit al-Munir.
3.
Peran mahasiswa yang sempat menimba ilmu di
Timur Tengah.
Para pemimpin
gerakan pembaruan Islam awal di Indonesia hampir merata adalah alumni
pendidikan Timur Tengah. Peran besar mahasiswa-mahasiswa alumni Timur Tengah
sampai sekarang masih berjalan. Bisa dikatakan bahwa alumni-alumni dari Timur
Tengah masih mendapatkan tempat khusus di kalangan masyarakat, khususnya
kalangan akademik.
Secara
umum munculnya pembaruan Islam di Indonesia merupakan wujud respon terhadap
kondisi bangsa Indonesia yang sedang mengalami invasi politik, kultural dan
intelektual dari dunia Barat. Dalam situasi dan kondisi seperti itu muncul
kesadaran nasional sebagai anak bangsa yang terjajah oleh penguasa asing dan
tampaknya memicu kebersamaan untuk menempatkan prioritas nasional sebagai ujud
kepeduliannya
Dengan
demikian berkembangnya gerakan pembaruan Islam di Indonesia di tengah-tengah
masyarakat, secara umum pada awal abad XX tersebut, corak gerakan keagamaan
Islam di Indonesia dapat dibagi dengan beberapa kelompok sebagai berikut:
1.
Tradisionalis-konservatis,
yakni
mereka yang menolak kecenderungan westernisasi
(pembaratan) dengan mengatasnamakan Islam yang secara pemahaman dan
pengamalan melestarikan tradisi-tradisi yang bercorak lokal. Pendukung kelompok
ini rata-rata dari kalangan ulama, tarekat dan penduduk pedesaan;
2.
Reformis-modernis,
yakni
mereka menegaskan relevansi Islam untuk semua lapangan kehidupan baik privat
maupun publik. Islam dipandang memiliki karakter fleksibilitas dalam
berinteraksi dengan perkembangan zaman;
3.
Radikal-puritan,
seraya
sepakat dengan klaim fleksibilitas Islam di tengah arus zaman, mereka enggan
memakai kecenderungan kaum modernis dalam
memanfaatkan ide-ide Barat. Mereka lebih percaya pada penafsiran yang
disebutnya sebagai murni Islami. Kelompok ini juga mengkritik pemikiran dan
cara-cara implementatif kaum tradisionalis. Sebagai pengayaan, menarik jika tipologi ini dikomparasikan
dengan kasus gerakan Islam yang berkembang di
Turki.
Sumber: Kementrian Agama Republik Indonesia.
2019. Buku Siswa : Sejarah Kebudayaan Islam Kelas XI. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar