Selasa, 18 Agustus 2020

SISTEM PEMERINTAHAN DAULAH ABBASIYAH

1.     Pimpinan Pemerintahan. Pemerintahan Daulah Abbasiyah dipimpin oleh seorang Khalifah sebagai pemimpin tertinggi. Dibantu oleh Wizarat yang dijabat oleh Wazir (perdana menteri). Dalam menjalankan pemerintahan, dibentuk Diwanul Kitabah yang dipimpin oleh Raisul Kuttab dan dibantu oleh beberapa sekretaris

a.           Katibur Rasail (Sekretaris Urusan Pesuratan)

b.            Katibul Kharraj (Sekretaris Urusan Keuangan)

c.             Katibul Jundi (Sekretaris Urusan Tentara)

d.            Katibul Syurthah (Sekretaris Urusan Kepolisian)

e.              Katibul Qadha (Sekretaris Urusan Kehakiman)

Dalam menjalankan pemerintahan Negara, wazir dibantu beberapa Raisud Diwan.

a.            Diwan Al Kharraj, (Departemen Keuangan)

b.            Diwan Ad Diyah, (Departemen Kehakiman)

c.             Diwan Az Zimasu, (Departemen Pengawasan Urusan Negara)

d.             Diwan Jundi, (Departemen Ketentaraan)

e.              Diwan Al Mawalywal Ghilman, (Departemen Perburuhan)

f.              Diwan Al Barid, (Departemen Perhubungan)

g.           Diwan Ziman an Nafaqaat, (Departemen Pengawasan Keuangan)

h.            Diwan Ar Rasail, (Departemen Urusan Arsip)

i.              Diwan An Nadhar Fil Madhalim, (Departemen Pembelaan Rakyat Tertindas)

j.            Diwan Al Akhdas Wasy Syurthah, (Departemen Keamanan dan Kepolisian)

k.         Diwan Al ‘Atha’ Wal Hawarij, (Departement Sosial)

l.             Diwan Al Akhasyam, (Departement Urusan Keluarga)

m.        Diwan Al Akarah, (Departement Pekerjaan Umum dan Tenaga)

2.         Wilayah.

Pada masa Daulah Abbasiyah, tata usaha Negara bersifat sentralisasi disebut juga dengan istilah An-Nidhamul Idary Al-Markazy. Wilayah Negara dibagi ke dalam beberapa provinsi, yang dinamakan Imarat, dengan gubernurnya yang bergelar Amir atau Hakim. Imarat pada waktu itu ada tiga mazam, yaitu Imarat al- Istikfa, Imarat al-Khassah dan Imarat al-Istilau. Kepada wilayah hanya diberikan hak otonomi terbatas, yang mendapat hak otonomi penuh adalah desa yang disebut Al-Qurra dengan kepala desa yang bergelar Syekh Al-Quryah.

3.        Tanda Kebesaran dan Kehormatan.

Untuk menunjukan kebesaran Khalifah ditetapkanlah tanda kebesaran dan lambang kehormatan. Tanda kebesaran meliputi; Al Burdah, Pakaian kebesaran; Al-Khatim yaitu Cincin atau Stempel dan Al-Qadhib atau semacam pedang. Lambang Kehormatan meliputi: Al-Khuthab, yaitu: pembacaan doa bagi khalifah dalam khutbah jumat; As-Sikkkah, yaitu pencantuman nama khalifah atas mata uang dan Ath-Thiraz yaitu lambang khalifah yang harus dipakai oleh tentara, polisi dan para pejabat.

4.          Angkatan Perang.

Pada masa Daulah Abbasiyah, struktir kemiliteran sudah tertata dibawah Diwan Jundi, terdiri dari angkatan darat dan angkatan laut. Terdiri dari Al- Jundul Mustarziqah (tentara tetap dan bergaji) yang tinggal di asrama dan Al-Jundul Muthauwi`ah (relawan). Kesatuan tentara pada masa itu terdiri dari Arif (membawahi 10 prajurit), Naqib (membawahi 10 Arif), Qaid (membawahi 10 Naqib) dan Amir (membawahi 10 Qaid).

5.         Baitul Maal.

Baitul Maal berfungsi sebagai lembaga keuangan yang menopang segala kebutuhan pemerintahan. Baitul maal pada masa tersbeut terbagi menjadi tiga diwan, yaitu Diwanul khazaanah yang mengurusi perbendaharaan negara, Diwanul Azra`u yang mengurusi kekayaan negara dan gasil bumi, dan Diwanul Khazainu as- Silah yang mengurusi perlengakapan perang

6.         Kehakiman.

Pada masa Daulah Abbasiyah, kekuasaan politik telah mencampuri

urusan-urusan kehakiman. Para hakim tidak lagi berijtihad dalam memutuskan perkara,   tetapi mereka berpedoman saja pada kitab-kitab   mazhab   empat   atau mazhab-mazhab lain. Organisasi kehakiman juga mengalami perubahan, antara lain telah dibentuk jabatan penuntut umum (kejaksaan) di samping telah dibentuk instansi Diwan Qadhil Qudhah. Pada masa Daulah Abbasiyah terdapat tiga badan pengadilan, yaitu:

a.     Al-Qadha`u dengan hakimnya yang bergelar Al-Qadhi. Tugasnya mengurus perkara-perkara yang berhubungan dengan agama pada umumnya.

b.  Al-Hisbah dengan hakimnya yang bergelar Al-Muhtasib. Tugasnya menyelesaikan perkara-perkara yang berhubungan dengan masalah-masalah umum dan tindak pidana yang memerlukan pengurusan segera.

c.        An-Nadhar fil-Madhalim dengan hakimnya yang bergelar shahibul atau qadhil madhalim. Tugasnya menyelesaikan perkara-perkara banding dari kedua pengadilan pertama (Al-Qadhau dan Al-Hisbah).

 

Sumber: Kementrian Agama Republik Indonesia. 2019. Buku Siswa : Sejarah Kebudayaan Islam Kelas XI. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar