Selasa, 04 Agustus 2020

KHALIFAH-KHALIFAH DAN PERIODISASI KEPEMIMPINAN SERTA PENYEBARAN DAULAH ABBASIYAH

A.        Khalifah-khalifah Daulah Abbasiyah

Pemerintahan Daulah Abbasiyah terbagi menjadi lima periode. Dalam setiap periode terjadi perubahan pemegang kekuasaan, sistem pemerintahan dan kebijaksanaan militer. Selama kurang lebih lima setengah abad (kurang lebih 505 tahun ) pemerintahan Daulah Abbasiyah dipimpin oleh 37 orang khalifah. Berikut ini adalah para Khalifah yang memberikan peranan penting dalam perjalanan panjang Daulah Abbasiyah.

1.                      Abul Abbas As-Safah (750-754 M)

Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas, merupakan Khalifah pertama pemerintahan Daulah Abbasiyah. memiliki garis nasab yang menisbatkan dirinya kepada Hasyim, buyut Nabi Muhammad Saw. As-Safah merupakan Khalifah pertama pemerintahan Daulah Abbasiyah.

Kemenangan yang didapatkan atas Daulah Umayyah, menjadikan Daulah Abbasiyah secara otomatis menggantikan pemerintahan sebelumnya. Para pendukung Daulah Abbasiyah diwakili dalam pemerintahan baru. Orang-orang Yahudi, Kristen Nestorian, dan Persia diwakili secara baik dalam pemerintahan Abu al-Abbas dalam

meneruskan  administrasi pemerintahan Daulah Abbasiyah. Dalam  masa  pemerintahan As-Safah juga didirikan pabrik kertas pertama di Samarkand.

Abu al-Abbas adalah seorang revolusioner yang bisa menaungi kaum non- Muslim dan non-Arab. Sangat berbeda dengan Daulah Umayyah yang menolak pasukan dari 2 golongan itu. Pada masa pemerintahannya, saat pasukan Abbasiyah menguasai Khurasan dan Irak, dia keluar dari persembunyiannya dan dibaiat sebagai Khalifah pada tahun 132 H/ 749 M. Setelah itu dia mengalahkan Marwan bin Muhammad dan mengakhiri pemerintahan Daulah Umayyah pada tahun yang sama. Abul Abbas As Saffah wafat pada tahun 136 H/753 M dalam usia yang masih sangat muda.


2.                       Abu Ja’far Al Manshur (754-775 M)

Abu Ja’far Al-Manshur menjadi Khalifah kedua Daulah Abbasiyah meneruskan khalifah sebelumnya Abul Abbas As-Saffah. Abu Ja’far Al Manshur merupakan putra Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib, masih saudara kandung Ibrahim Al- Imam dan Abul Abbas As-Saffah. Ketiganya merupakan pendiri Daulah Abbasiyah.

Abu Ja’far sedang menunaikan ibadah haji bersama Abu Muslim Al- Khurasani ketika Khalifah Abul Abbas As Saffah meninggal. Adapun yang pertama

kali dilakukan Khalifah Abu Ja’far Al-Manshur setelah dibaiat menjadi Khalifah pada 136 H/ 754 M adalah mengatur politik dan siasat pemerintahan Daulah Abbasiyah. Jalur-jalur pemerintahan ditata rapi dan cermat, sehingga pada masa pemerintahannya terjalin kerjasama erat antara pemerintah pusat dan daerah. Begitu juga antara lembaga-lembaga lain yang ada pada waktu itu.

Selama masa kepemimpinannya, kehidupan masyarakat berjalan tenteram, aman dan makmur. Stabilitas politik dalam negeri cenderung aman dan terkendali, tidak ada gejolak politik dan cenderng stabil. Khalifah Abu Ja’far  Al-Manshur sangat hati-hati dalam melangkah dan mengambil sikap terhadap pihak-pihak yang berseberangan dengan kebijakan khalifah.

Khalifah Abu Ja’far Al Manshur berangkat ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji di penghujung tahun 158 H. Namun dalam perjalanan ia sakit lalu meninggal dunia. Ia wafat dalam usia 63 tahun dan menjadi Khalifah selama 22 tahun. Jenazahnya kemudian dibawa dan dikebumikan di Baghdad.

3.                       Muhammad Al-Mahdi

Muhammad Al-Mahdi bin al-Mansur dibaiat menjadi Khalifah sesuai dengan wasiat ayahnya pada tahun 158 H/774 M. Muhammad Al-Mahdi dikenal sebagai seorang yang sangat dermawan dan pemurah. Pada masa pemerintahannya, kondisi dalam negeri saat itu sangat stabil, dan tidak ada satu gerakan penting dan signifikan di masanya.

Muhammad Al-Mahdi berhasil mencapai kemenangan-kemenangan atas orang-orang Romawi. Dibantu anaknya, Harun Ar-Rasyid adalah panglima Penakluk Romawi. Dia sampai ke pantai Marmarah dan berhasil melakukan perjanjian damai dengan Kaisar Agustine yang bersedia untuk membayar jizyah pada tahun 166 H/ 782 M. Muhammad Al-Mahdi meninggal pada tahun 169 H/785 M. Muhammad Al- Mahdi tercatat memerintah selama 10 tahun beberapa bulan.

4.                       Harun Al-Rasyid

Harun Ar Rasyid bin al-Mahdi adalah mutiara sejarah Daulah Abbasiyah. Harun Ar-Rasyid dikenal sebagai sosok yang sangat pemberani. Meski berasal dari Daulah Abbasiyah, Harun Ar-Rasyid dikenal dekat dengan keluarga Barmak dari Persia (Iran). Pada masa ke-Khalifahan Harun Ar-Rasyid, dikenal sebagai masa keemasan Islam (The Golden Age of Islam), di mana saat itu Baghdad menjadi salah satu pusat ilmu pengetahuan dunia. Perhatian Khalifah Harun Ar-Rasyid yang begitu besar terhadap kesejahteraan rakyat serta kesuksesannya mendorong perkembangan ilmu pengetahuan, tekonologi, ekonomi, perdagangan, politik, wilayah kekuasaan, serta peradaban Islam.

Harun Ar-Rasyid memimpin selama 23 tahun (786 M - 809 M). Dalam kepemimpinanannya Harun Al-Rasyid mampu membawa dinasti yang dipimpinnya ke puncak kejayaan. Ada banyak hal yang patut ditiru para pemimpin Islam di abad ke-21 ini dari sosok khalifah besar ini. Sebagai pemimpin, dia menjalin hubungan yang harmonis dengan para ulama, ahli hukum, penulis, qari, dan seniman.

Harun Ar-Rasyid menjadi Khalifah saat berusia cukup muda, yaitu 22 tahun, dan wafat dalam usia yang juga masih muda, yaitu 45 tahun. Saat dia wafat pada tahun 193 H/808 M negara dalam keadaan makmur dengan memiliki kekayaan 900 juta dirham.

 

B.         Periodesasi Kepemimpinan Daulah Abbasiyah

Perkembangan Fase Pemerintahan dan kepemimpinan Daulah Abbasiyah terbagi ke dalam lima periode. Dalam setiap periode terjadi perubahan pemegang kekuasaan, sistem pemerintahan dan kebijaksanaan militer. Selama hampir enam abad para khalifah yang memegang kepemimpinan Daulah Abbasiyah ada 37 orang khalifah.

1.                        Periode pertama (Pengaruh Persia Pertama/ Fase Pembentukan)

Periode perdana Daulah Abbasiyah mulai tahun 132 H atau 750 M sampai tahun 232 H atau 847 M. Sejak awal berdiri sampai pemerintahan ke sembilan Abu Ja’far Al-Watsiq, periode ini disebut juga pengaruh Persia pertama. Hal itu disebabkan pemerintahan Daulah Abbasiyah dipengaruhi dengan sangat kuat oleh keluarga dari bangsa Persia, yaitu keluarga Barmah.

Usaha militer merupakan kebijakan yang terus menerus dilakukan oleh para khalifah Daulah Abbasiyah sejak yang pertama hingga khalifah terakhir. Khalifah Daulah Abbasiyah pada periode pertama adalah sebagai berikut:

a.                          Abu Abbas As-Saffah (132 H/750M-136 H754 M)

b.                         Abu Ja’far Al-Mansur (136 H//754 M -158 H/775 M)

c.                          Muhammad Al-Mahdi (158 H/775 M-169 H/785 M)

d.                         Musa Al-Hadi (169 H/785 M-170 H/786 M)

e.                          Harun Ar-Rasyid (170 H/786 M-193 H/809 M)

f.                            Abdullah Al-Amin (193 H/809 M-198 H /813 M)

g.                          Abdullah Al-Makmun (198 H/813 M-218 H/833 M)


h.                         Al Mu’tashim Billah (218 H//833 M-227 H/842 M)

i.                             Abu Ja’far Al-Watsiq (227 H/842 M-232 H/847 M)

Tercatat dalam sejarah bahwa periode pertama menjadi masa keemasan dan kejayaan Daulah Abbasiyah. Walaupun demikian, bibit kemunduran Daulah Abbasiyah sudah muncul pada akhir periode ini. Khalifah Al-Watsiq merupakan khalifah terakhir pada periode pertama. Kebijakannya yang paling krusial adalah mengangkat wakil dari seorang perwira Turki bernama Asyam.

2.                        Periode kedua (Pengaruh Turki Pertama)

Periode ini berlangsung tahun 232 H/847 M-334H/946 M). Sejak khalifah Al-Mutawakkil sampai berdirinya Daulah Buwaihiyah di Bagdad, dan pengaruh Turki pertama. Disebut demikian karena tentara Turki menjadi tentara Daulah Abbasiyah sangat mendominasi pemerintahan.

Khalifah Daulah Abbasiyah pada periode kedua:

a.      Al-Mutawakil (232 H/847 M-247 H/861 M)

b.     Al-Muntshir (247 H/861 M-248 H/862 M)

c.      Al-Mus`tain (248 H/862 M-252 H/866 M)

d.     Al-Mu`taz (252 H/866 M-255 H/869 M)

e.      Al-Muhtadi (255 H/869 M-256 H/870 M)

f.      Al-Mu`tamid (256 H/870 M-279 H/892 M)

g.     Al-Mu`tadhid (279 H/892 M-289 H/902 M)

h.     Al-Muktafi (289 H/902 M-295 H/908 M)

i.       Al-Muqtadi (295 H/908 M-320 H/932 M)

j.       Al-Qohir (320 H/932 M-322 H/934 M)

k.     Ar-Rodhi (322 H/934 M-329 H/ 941 M)

l.       Al-Muttaqi (329 H/941 M-333 H/945 M)

m.   Al-Mustaqfi (333 H/945 M-334 H/946 M)

Pada periode ini kebijakan para khalifah banyak dipengaruhi oleh orang- orang Turki, mulai periode ini sampai periode ke-empat, peranan Khalifah dalam pemerintahan mulai berkurang. Demikian halnya dengan kegiatan keagamaan, kegiatan kajian keilmuan sudah mulai berkurang, tidak seperti pada masa periode pertama.

3.                        Periode ketiga (Pengaruh Persia Kedua)

Daulah Abbasiyah periode ini dimulai tahun 334 H/946 M-464 H/1075 M. Sejak berdirinya Daulah Buwaihiyah sampai masuknya Seljuk ke Bagdad. Periode


ini disebut juga periode Persia kedua. Disebut demikian karena pada waktu ini golongan dari bangsa Persia berperan penting dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah, yaitu Daulah Buwaihiyah. Khalifah Daulah Abbasiyah pada periode ketiga:

a.      Al-Muktafi (334 H/944 M-336 H/946M)

b.     Al-Muti (334 H/946 M-363 H/974M)

c.      At-Tho`i (363 H/974 M-381 H/991M)

d.     Al-Qodir (381 H/991 M-422 H/1031M)

Pada periode ini kondisi politik sering tidak stabil karena sering terjadi kemelut dalam pergantian kepemimpinan diantara para penguasa Daulah Buwaihiyah. Pada masa itu, para khalifah bahkan kehilangan legitimasi keagamaannya. Posisi mereka sebagai khotib shalat Jum’at banyak diserahkan kepada orang-orang dari kalangan Buwaihiyah.

4.                        Periode keempat (Pengaruh Persia Kedua)

Daulah Abbasiyah pada periode ini berlangsung dari tahun 464 H/1075 M- 623 H/1225 M. Sejak masuknya orang-orang dari Daulah Seljuk di Bagdad dipengaruhi oleh bangsa Turki kedua, disebut demikian karena pada waktu itu golongan dari bangsa Turki berperan penting dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah, yakni Daulah Seljuk.

Khalifah Daulah Abbasiyah pada periode keempat:

a.      Al-Qoyyim (422 H/1031 M-467 H/1075M)

b.     Al-Muqtadi (467 H/1075 M-487 H/1094M)

c.      Al-Mustazhir (487 H/1094 M-512 H/1118M)

d.     Al-Musytarsid (512 H/1118 M-529 H/1135M)

e.      Al-Rasyid (529 H/1135 M-530 H/1136M)

f.      Al-Muktafi (530 H/1136 M-555 H/1160M)

g.     Al-Mustaujid (555 H/1160 M-566 H/1171M)

h.     Al-Mustadi (566 H/1171 M-575 H/1180M)

i.       An-Nashir (575 H/1180 M-622 H/1125M)

 

Periode ini merupakan akhir dari Daulah Seljuk, Khawarizm Syah telah mengakhiri Daulah ini. Para khalifah Daulah Abbasiyah memiliki kekuasaan penuh dalam bidang politik dan keagamaan, hanya saja wilayah kekuasaaannya tidak seluas masa sebelumnya, karena hanya meliputi wilayah Iraq dan sekitarnya.

5.                        Periode kelima (Masa Keruntuhan)

Periode ini di mulai tahun 623 H/1225 M-656 H/1258 M dan tidak lagi dipengaruhi oleh pihak manapun, namun kekuatan politik dan militer Daulah Abbasiyah sudah lemah sehingga kekuasaan mereka tinggal meliputi wilayah Irak dan sekitarnya saja. Daulah Abbasiyah runtuh pada tahun 1258 M karena ditaklukkan oleh tentara Mongol yang dipimpin Hulaqu Khan.

Khalifah Daulah Abbasiyah pada periode kelima:

a. Az-Zahir (622 H/1225 M -623 H/1226M)

            b. Al-Mustanshir (623 H/1226 M-640 H/1242M)

            c. Al-Musta`shim (640 H/1242 M-656 H/1258M)

Berakhirnya Daulah Abbasiyah datang seiring serangan Hulaqu Khan pada tahun 1258 M. Kota Bagdad dan berbagai peninggalan bersejarah dihancurkan. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan Daulah Abbasiyah.


C.        Penyebaran Wilayah Islam Pada Masa Daulah Abbasiyah

Perkembangan Islam pada masa pemerintah Daulah Abbasiyyah, meliputi sekitar kerajaan-kerajaan Islam yang besar, yaitu Daulah Umayyah di Andalusia yang dipimpin oleh Abdurrahman Ad-Dakhil dan penguasa keturunan Daulah Umayyah. Dengan adanya kekuasaan Islam di Andalusia (Eropa) berarti wilayah dakwah Islam semakin luas.

Di bawah kekuasaan Daulah Abbasiyah, daerah-daerah yang ditaklukkan dikembangkan menjadi pusat-pusat peradaban Islam, seperti Baghdad, Isfahan, Tabaristan, Ghasnah, Halab, Bukhara dan lainnya. Pada beberapa kota tersebut juga sering terdapat bangunan Istana para raja atau amir yang menguasai daerah tersebut. Peradaban Islam pun mengalami kemajuan yang cukup pesat, karena para penguasanya peduli terhadap perkembangan dan kemajuan ilmu pengatahun.

Daulah Abbasiyah tidak hanya menguasai wilayah tertentu, para Khalifah menjadikan daerah kekuasaaanya sebagai pilar berkembanganya peradaban dan ilmu pengetahuan. Sehingga bisa dirasakan adanya perbedaan dan kemajuan setelah dikuasai Islam dibandingkan pada masa sebelum kedatangan Islam. Wilayah-wilayah yang telah dikuasai Daulah Abbasiyah mengalami kemajuan yang cukup pesat.

Perkembangan wilayah Islam tidak semata-mata karena ambisi memperluas wilayah kekuasaan. Para khalifah lebih peduli terhadap negeri tetangga yang ditindas oleh penguasanya, maka khalifah terpanggil untuk menyelamatkan mereka sekaligus menguasai wilayah tersebut. Seperti halnya Kerajaan Ghana yang beralih ke pangkuan Daulah Abbasiyah pada tahun 1067 M, sehingga menjadi negeri yang makmur.

Ketika Daulah Abbasiyyah yang berada di pimpin Khalifah Harun-al Rasyid (170 H/193 H-786 M/809 M), hubungan diplomatik terjalin baik dengan raja Charlemagne (Perancis). Sehingga hubungan kedua kerajaan tersebut harmonis. Khalifah Harun al- Rasyid memberikan kebebasan dalam bentuk jaminan keamanan bagi orang-orang Nasrani yang ingin berziarah ke Bait al-Maqdis. Hubungan tersebut sangat baik terutama dalam muamalah dan saling menghormati dalam menjalankan ibadahnya masing-masing. Hubungan tersebut berubah ketika kekuasaan kekhalifahan dipegang oleh orang-orang Turki. Orang-orang Turki yang memegang kekuasaan dan mempunyai pengaruh di Istana, sangat benci terhadap orang-orang Nasrani. Mereka kurang memberi toleransi terhadap penganut agama lain (Nasrani). Hal tersebut disebabkan sempitnya pemahaman mereka terhadap agama. Mereka mempersempit ijin bagi kaum Nasrani yang akan berziarah ke Bait al-Makdis, dengan cara meminta upeti yang cukup tinggi. Hal inilah yang di kemudian hari memunculkan benih-benih perang Salib.


Sumber: Kementrian Agama Republik Indonesia. 2019. Buku Siswa : Sejarah Kebudayaan Islam Kelas XI. Jakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar