Rabu, 26 Agustus 2020

KEBUDAYAAN DAN KONDISI MASYARAKAT MADINAH SEBELUM ISLAM

 

A.   Kebudayaan dan Kondisi Masyarakat Madinah Sebelum Islam

Madinah pada mulanya bernama Yasrib, dinamakan Yasrib karena orang pertama yang tinggal di kota ini bernama Yasrib bin Qa’id bin Ubail bin Aus bin Amaliq bin Lawudz bin Iram, salah seorang anak keturunan Sam, putra Nabi Nuh a.s. kota ini sudah terbentuk kurang lebih 1600 tahun sebelum masehi.

Kota Yasrib berjarak sekitar 300 mil sebelah utara kota Makkah, merupakan kota yang makmur dan subur dengan pertaniannya. Sebagai pusat pertanian, kota ini menjadi menarik bagi penduduk kota lain untuk berpindah kesana. Kota Yasrib dikelilingi oleh gunung berbatu, disini terdapat banyak lembah, atau yang paling terkenal dengan nama Wadi.   Persawahan   dan   perkebunan yang subur menjadi sandaran   hidup   penduduk setempat.  Penghasilan terbesarnya  adalah  anggur  dan  kurma,  tidak  mengherankan jika kurma terbaik di dunia terdapat di kota ini.

Luas kota Yasrib kala itu hanya sekitar 15 km dan sekarang sudah berkembang menjadi 293 km dengan batas-batas geografis sebagai berikut:

a)                  Bagian selatan berbatasan dengan bukit Ayr

b)                 Bagian utara berbatasan dengan bukit Uhud dan bukit Tsur

c)                  Bagian timur berbatasan dengan Harrah Waqim

d)                 Bagian barat berbatasan dengan Harrah Wabarah

Komposisi penduduk Yasrib sebelum Islam masuk, berbeda dengan kota Makkah. Meskipun bersuku-suku, dilihat dari karakteristik budaya-agama, penduduk Makkah memiliki sifat yang homogen sebagai penyembah berhala. Sedangkan wilayah Yasrib memiliki penduduk selain terdiri atas beberapa suku, juga ada suku Yahudi disana dominan memeluk agama samawi dan ada juga pemeluk Nasrani.

Dilihat dari struktur sosial dan budaya, penduduk Yasrib cenderung lebih  heterogen dibanding Makkah. Mereka terdiri atas berbagai macam etnis dan kepercayaan serta memiliki adat istiadat sendiri dari masing-masing suku. Masyarakat Yasrib sebelum Islam dapat dikelompokkan menjadi tiga:

1.    Suku Aus dan Khazraj

Kedua suku ini awal mulanya adalah nama dari dua orang saudara kandung anak dari Harits bin Tsa’labah dari istrinya yang bernama Qilah binti al-Arqam bin Amr bin Jafnah. Pada perkembangan selanjutnya Aus dan Khazraj menjadi dua nama kabilah besar di Yasrib. Selama kurang lebih 120 tahun dua kabilah ini saling bertikai, pertikaian ini tidak lain disebabkan karna provokasi kaum Yahudi yang iri dengan kemajuan suku Aus dan Khazraj. Akibat provokasi kaum Yahudi, suku Aus dan Khazraj terlibat perang saudara yang hebat dan berkepanjangan, salah satu  peperangan terkenal diantara keduanya disebut dengan perang Bu’ats.

Ketika itu suku Aus yang memiliki kekuatan besar karena beraliansi dengan Yahudi berhasil mengalahkan Khazraj. Pada musim Haji, suku Khazraj mencoba mencari dukungan suku Quraisy di Makkah. Pada kesempatan itu Rasulullah Saw mencoba menarik simpati suku Khazraj dengan mengajaknya memeluk Islam, tapi ajakan itu ditolak oleh mereka. Selanjutnya justru suku Aus menaruh simpati terhadap ajakan Rasulullah Saw  dan melakukan konsolidasi dalam Baiat Aqabah pertama dan Baiat Aqabah kedua.

Akhirnya suku Aus menyadari betul bahwa kemenangnya atas suku Khazraj bukan hal yang menguntungkan, bahkan menjadi titik awal kehancurannya di tengah suku-suku Yahudi, sebab mereka membuka peluang bagi kaum Yahudi untuk menghancurkan dari belakang. Karena itu suku Aus terus berupaya melakukan rekonsiliasi dengan Khazraj. Mereka terus berupaya mewujudkan gerakan perdamaian.

Kenyataan ini telah menunjukkan bahwa suku-suku Arab di Yasrib terus berupaya memelihara kekuasaan dan eksistensinya atas orang-orang Yahudi. Pada sisi lain, perang Bu’ats telah membangkitkan mereka untuk mencari perdamaian. Keinginan untuk hidup damai inilah yang mendorong suku Aus dan Khazraj menerima kehadiran Islam. Islam dalam pandangan mereka merupakan lambang persaudaraan dan kedamaian.

2.    Kaum Yahudi

Ketika kaum Yahudi berada di bawah tekanan bangsa Asyur dan Romawi, mereka cenderung berpihak kepada orang-orang Hijaz, walaupun pada dasarnya mereka adalah orang-orang Ibrani. Setelah bergabung dengan orang-orang Hijaz, gaya hidup mereka berubah menjadi gaya hidup orang Arab, berbahasa Arab, serta mengenakan pakaian yang biasa dipakai orang Arab pada umumnya, hingga nama- nama dan nama kabilah mereka disebut dengan nama-nama Arab dan pada akhirnya mereka pun menikah dengan orang Arab.

Namun meskipun demikian, mereka tetap memelihara rasa fanatisme mereka sebagai orang Yahudi dan tidak membaur dengan bangsa Arab. Bahkan mereka terus membanggakan dirinya sebagai bani Israil dan meremehkan orang-orang Arab dengan menghina dan meremehkannya. Kaum Yahudi tidak terlalu berambisi menyebarkan agama mereka, mereka menganggap bahwa mereka adalah orang-orang berilmu, memiliki kelebihan dibanding bangsa Arab.

Secara ekonomi, kaum Yahudi menguasai bagian terbesar dari kegiatan perekonomian di Yasrib. Mereka sangat terampil dalam mencari sumber penghidupan dan mata pencaharian. Kaum Yahudi menguasai perputaran bisnis biji-bijian, kurma, khamr, serta jual beli kain. Mereka mengeruk sekian kali lipat keuntungan dari bangsa Arab.

Dalam perdagangan, kaum Yahudi menerapkan sistem riba. Mereka memberikan pinjaman kepada pemuka dan pemimpin bangsa Arab. Dari uang yang mereka pinjamkan, mereka mengambil lahan serta tanah sebagai jaminan. Setelah masa pelunasan habis dan hutang belum terbayar, tanah serta lahan menjadi hak milik mereka.

Kaum Yahudi Madinah terdiri dari tiga kabilah terkenal, yaitu:

a.                    Bani Qainuqa, dulunya mereka adalah sekutu suku Khazraj, perkampungan mereka berada di dalam kota Madinah

b.                  Bani Nadzir, sama seperti Bani Qainuqa mereka adalah sekutu dari suku Khazraj yang tinggal di pinggiran kota Madinah

c.                    Bani Quraidzah, dulunya mereka adalah sekutu dari suku Aus dan bertempat tinggal di pinggiran kota Madinah

Tiga bani inilah yang telah menyulut api peperangan antara suku Aus dan Khazraj sejak lama dan berperan atas pecahnya perang Bua’ats karena masing-masing bergabung dengan sekutunya. Mereka juga menguasai sistem pertanian, perdagangan, pertukangan, keuangan sehingga secara ekonomi dalam struktur sosial di Yasrib telah menduduki posisi yang sangat penting dan menentukan.

3.     Kaum Musyrik

Mereka adalah orang-orang musyrik yang menetap di beberapa kabilah Madinah. Mereka tidak memiliki kekuasaan atas penduduk Yasrib. Bisa dikatakan bahwa mereka adalah kaum minoritas yang hidup di Yasrib. Mereka memiliki seorang tokoh bernama Abdullah bin Ubay, sebelum Rasulullah Saw hijrah ke Yasrib, tepatnya setelah perang Bu’ats usai, suku Aus dan Khazraj telah sepakat untuk menobatkan Abdullah bin Ubay menjadi pemimpin kelompok mereka.

Abdullah bin Ubay merasa tidak ada pesaing di Yasrib, maka ketika kabar datangnya Rasulullah Saw ke Yasrib sampai kepadanya dia merasa akan dirampas haknya oleh Rasulullah Saw sehingga dia menyimpan benih-benih permusuhan dalam dirinya. Sebagaimana Allah Swt. menguji kaum muslimin di Makkah dengan prilaku orang-orang kafir Quraisy, demikian juga Allah Swt. Menguji mereka di Yasrib dengan prilaku orang-orang Yahudi.

Dengan demikian di Yasrib ini, masyarakat atau umat Islam (kelak) selalu berhadapan  dengan berbagai komunitas dengan pluralisme kebudayaan, baik dalam bermasyarakat maupun dalam beragama.

Yasrib yang kemudian diganti namanya menjadi ‘Madinatul Munawwarah’ setelah kedatangan Rasulullah Saw ini menjadi sangat terkenal. Kedatangan komunitas Muslim Makkah ke Madinah sangat dinantikan oleh saudara-saudaranya seiman di kota ini. Penduduk Madinah yang telah mengenal Rasulullah Saw dan menyatakan beriman sangat senang dengan kedatangan rombongan yang kemudian disebut dengan kaum Muhajirin. Kaum Muhajirin mengharapkan angin segar seperti yang tertuang adalam perjanjian Aqabah yang telah mereka sepakati.

Hijrah bagi kaum muslimin Makkah, selain memberikan harapan baru untuk pengembangan kehidupan mereka, diharapkan dapat menghasilkan kehidupan sosial yang lebih aman, tertib dan sejahtera. Hal itu secara umum sulit ditemukan di Makkah. Arti hijrah bagi kaum Muhajirin bukan pemutusan ikatan dengan tanah kelahiran dan alam lingkungannya semua. Namun yang lebih utama bagi mereka adalah kesempatan dan harapan baru untuk berubah menjadi anggota masyarakat baru yang dinamis yang memiliki hak-hak warga kenegaraan yang sama.

Begitupun sebaliknya, bagi mereka yang menerima kaum Muhajirin, yang kemudian disebut dengan Anshar (penolong), mereka merasakan adanya nuansa baru, baik secara psikologis maupun sosiologis. Kaum Anshar seolah mendapat energi baru dari sesama muslim dan etnis Arab, setelah sebelumnya selalu mendapat tekanan dari berbagai kondisi ekonomi, sosial dan keagamaan di Madinah.

 

 Sumber: Kementrian Agama Republik Indonesia. 2019. Buku Siswa : Sejarah Kebudayaan Islam Kelas X. Jakarta. 

PERISTIWA PENTING DALAM DAKWAH RASULULLAH SAW PERIODE MAKKAH DAN HIKMAH DAKWAH PERIODE MAKKAH

C. Peristiwa-peristiwa Penting dalam Dakwah Rasulullah Saw Periode Makkah

Siksaan terhadap kaum muslimin bermula pada tahun ke-4 kenabian. Awalnya siksaan itu terlihat lunak. Namun, seiring berjalannya waktu, kaum kafir Qurays semakin gencar melakukan penyiksaan dan memuncak hingga pada tahun ke-5 kenabian. Selain penyiksaan  yang dialami  kaum  muslimin hingga  berujung perintah melaksakan hijrah,

beberapa peristiwa penting juga terjadi selama Rasulullah Saw berdakwah di Makkah.

1.               Hijrah ke Habasyah

Melihat berbagai macam siksaan dan derita yang dialami oleh kaum muslimin, sementara beliau tidak bisa melindungi mereka, maka Rasulullah Saw berkata “tidakkah sebaiknya kamu sekalian pergi ke Habasyah? Sesungguhnya disana ada seorang raja yang tidak ada seorangpun teraniaya di sisinya, tinggllah di negeri itu, sehingga Allah Swt memberi kemudahan dan jalan keluar dari apa yang kalian alami saat ini

Pada tahun 615 M atau tahun ke 5 kenabian, berangkatlah kaum muslimin menuju Habsy. Rombongan pertama dipimpin Usman bin Affan berjumlah 15 orang, yang terdiri dari 11 laki-laki dan 4 wanita. Kemudian, disusul rombongan yang kedua dipimpin Ja’far bin Abi Thalib berjumlah hampir 100 orang.

Kedatangan kaum muslimin ke Habsy diterima oleh Raja Najasyi dengan baik. Mereka mendapat perlindungan dan bantuan bahan makanan. Perlakuan Raja Najasyi terhadap umat Islam tersebut membuat kaum kafir Quraisy sakit hati. Mereka mengutus Amru bin Ash dan Abdullah bin Rabi’ah untuk menghadap Raja Najasyi.

Kedua utusan itu berkata kepada Raja Najasyi, ”Wahai Raja! Mereka telah pergi dari negeriku dan datang ke negerimu. Mereka orang-orang yang bodoh. Mereka  telah melepaskan agama nenek moyang kami dan telah masuk agama baru yang kami dan kamu tidak mengetahuinya. Maka kami diutus oleh pemimpin-pemimpin kami untuk minta kepadamu agar mereka dikembalikan kepada kami”.

Raja Najasyi tidak mau memenuhi permintaan utusan itu sebelum mendengar keterangan dari kaum muslimin. Lalu, Raja Najasyi bertanya kepada umat Islam, ”Agama apakah yang menyebabkan kamu sekalian keluar dari agama nenek moyangmu dan tidak mau masuk agamaku?”.

Kaum muslimin yang diwakili Ja’far bin Abi Thalib menjawab, ”Wahai Raja! Kami dahulu orang Jahiliyyah, menyembah berhala, memakan bangkai, berbuat jahat, memutuskan hubungan persaudaraan, dan orang-orang kami memperbudak yang lemah. Lalu, datang utusan Allah Swt, yaitu seorang di antara kami (kaum Quraisy). Kami mengenal akhlaknya yang mulia, yaitu jujur, menepati janji, dan pemaaf.  Beliau mengajak kami untuk menyembah Allah Swt Yang Esa, menyuruh kami berkata yang benar, bersikap jujur, adil, memenuhi amanah, menyambung persaudaraan, serta berbuat baik kepada tetangga. Beliau melarang kami  berbuat jahat, berkata kotor, makan harta anak yatim dengan jalan yang tidak halal, dan menyekutukan Allah Swt. Maka kami menerima ajakannya untuk masuk Islam”.

Kaum muslim mempersiapkan rombongan untuk berhijrah ke Habasyah dengan jumlah yang lebih banyak yaitu 83 orang laki-laki, 11 orang wanit Qurays dan 7 orang wanita asing. Akan tetapi hijrah yang kedua ini lebih berat tantangannya karena berbagai cara dilakukan oleh kaum kafir Qurays untuk menggagalkannya.

Melihat situasi seperti itu, Usman berkata “ Ya Rasulullah, kami telah berhijrah yang pertama kepada Najasy, dan kali ini yang kedua, tapi engkau tidak juga ikut bersama kami”. Rasulullah Saw berkata “ kelian berhijrah kepada Allah Swt dan kepadaku. Kalian mendapatkan kedua hijrah ini semuanya. “ kalau begitu cukup kami saja Ya Rasulullah”, kata Ustman. Kaum Muhajirin itu menetap di Negeri Habasyah dalam keadaan aman dan sentosa. Namun tatkala mereka mendengar tentang hijrahnya Rasulullah Saw ke Yasrib, maka pulanglah mereka ke Makkah untuk ikut serta dalam hijrah Rasulullah Saw ke Yasrib.

2.               Amul Huzni

Abu Thalib bin abdul Muthalib adalah orang yang paling gigih membela dakwah Rasulullah Saw. Perlindungan dan bantuan dari Abu Thalib dalam dakwah Rasulullah Saw sangatlah totalitas. Ia adalahbenteng yang melindungi dakwah Rasulullah Saw, meski ia tetap berpegang pada agama nenek moyangnya. Namun begitu, dalam Asad Al-Ghobah diceritakan , tatkala sakit Abu Thalib semakin parah, ia memanggil semua warga Bani Abdul Muthalib, lalu berpesan “ sesungguhny akmu sekalian akan dalam keadan baik selagi kalian mendengan perkatan Muhammad dan mengikuti perintahnya. Karena itu, ikutilah dia dan percayailah dia, niscaya kalian akan selamat”. Seletah Abu Thalib meninggal, Rasulullah Saw berkata, “ semoga Allah Swt merahmatimu dan mengampunimu. Aku akan memintakan ampun untukmu, sampai Allah Swt melarangku”.

Tidak berselang lama dari meninggalnya Abu Thalib, Siti Khadijah istri tercinta Rasulullah Saw pun meninggal dunia. Khadijah wafat pada bulan Ramadhan pada tahun ke 12 kenabian dalam usia 65 tahun.

Dengan meninggalnya Abu Thalib dan Khadijah, musibah demi musibah dating bertubi-tubi,   karena   keduanya adalah orang yang   sangat   gigih   membela   dan melindungi beliau. Sejak saat itu kaum kafir Qurays semakin gencar melancarkan gangguan kepada Rasulullah Saw. tahun meninggalnya Abu Thalib dan Situ Khadijah disebut dengan Amul huzni atau tahun kesedihan.

 

3.               Isra Mikraj

Peristiwa Isra Mikraj terjadi satu tahun sebelum hijrah, tepatnya pada malam senin 27 rajab setelah Rasulullah pulang dari perjalanannya ke Tha’if. Isra secara bahasa artinya perjalanan malam, adapun menurut istilah yaitu perjalanan Rasulullah Saw pada satu malam dari Masjidil Harom ke Masjidil Aqsa atau Baitul Maqdis di Palestina. Mikraj adalah naiknya Rasulullah Saw dari Masjidil Aqsha menuju ke Sidratul Muntaha untuk menghadap Allah Swt.

Isra Mikraj merupakan pertolongan dari Allah Swt sekaligus hiburan dari Allah Swt atas kesedihan Rasulullah Saw karena ditinggal dua orang terkasihnya yaitu Abu Thalib dan Siti Khadijah. Allah Swt menceritakan peristiwa Isra Mikraj ini dalam q.s al-Isra’ [17] ayat 1.

Dalam perjalanan Isra Mikraj ini malaikat mendatangi beliau dengan membawa Buroq, kemudian Jibril menaikkan beliau keatas Buraq dan mengajaknya melakukan


perjalanan dari Masjidil Haram menuju masjidil Aqsha dan dinaikkan ke langit untuk melihat tanda-tandakebesaran Allah Swt. Dalam perjalanan ke Sidratul Muntaha Rasulullah Saw dan Malaikat Jibril singgah di tujuh lapis langit dan dipertemukan dengan para nabi:

a.                  Langit pertama bertemu dengan Nabi Abam a.s., bapak umat manusia. Rasulullah Saw mengucapkan salam dan Nabi Adam a.s menjawab salam menyambut kedatangan beliau dan menyatakan pengakuan atas Nubuwat beliau.

b.                 Langit kedua, bertemu dengan Nabi Yahya a.s dan Nabi Zakariya a.s.

c.                Langit ketiga, bertemu dengan Nabi Yusuf a.s

d.              Langit keempat, bertemu dengan Nabi Indris a.s

e.                  Langit kelima, bertemu dengan Nabi Harun a.s

f.                   Langit keenam, bertemu dengan Nabi Musa a.s

Sebelum Rasulullah Saw menuju langit ketujuh, Nabi Musa a.s menangis dan menimbulkan Tanya dalam diri Rasulullah Saw “apa yang membuatmu menangis”? Nabi Musa a.s menjawab “aku menangis karena ada seorang pemuda yang diutus sesudahku yang masuk surga bersama umatnya dan lebih banyak jumlahnya daripada umatku yang masuk surga”.

g.                 Langit ketujuh, bertemu dengan Nabi Ibrahim a.s dan dalam setiap pertemuannya dengan para nabi terdahulu mereka selalu mengakui nubuwwat Rasulullah Saw.

Lalu Rasulullah Saw naik lagi menuju Baitul Ma’mur, yang setiap harinya dimasuki 70.000 malaikat yang tidak keluar lagi darinya. Kemudian diangkat lagi untuk menghadap Allah Swt yang maha perkasa dan mendekat kepadanya. Lalu Allah Swt mewahyukan apa yang dikehendaki dan Allah Swt mewajibkan shalat sebanyak 50 rakaat. Setelah Rasulullah Saw bertemu dengan Nabi Musa a.s tentang perintah shalat 50 rakaat tersebut, Nabi Musa a.s berkata “sesungguhnya umatmu tidak akan sanggup melaksanakannya, sehingga pada akhirnya Allah Swt memerintahkan kepada umat Rasulullah Saw untuk melaksanakan shalat sebanyak 5 waktu. Sebenarnya Nabi Musa a.s meerintahkan kepara Rasulullah Saw untuk kembali memintakeringanan kepada Allah Swt, namun Rasulullah Saw menjawab “Aku sangat malu kepada Rabb- ku, aku sudah Ridha dan menerima perintah ini” beberapa saat kemudian terdengar seruan “ Aku telah menetapkan kewajiban dan telah kuringankan bagi hamba-Ku”.

4.               Hijrah ke Yasrib

Setelah peristiwa Isra Mikraj ada satu perkembangan besar bagi kemajuan kaum muslimin yang datang dari penduduk Yasrib. Mereka melaksanakan ibadah haji ke


Makkah yang terdiri dari suku Aus dan Khazraj. Pada musim haji selanjutnya, terdiri dari dari orang-orang Yasrib berjumlah 73 orang, atas nama penduduk Yasrib mereka meminta kepada Rasulullah Saw untuk berkenan pindah ke Yasrib. Mereka berjanji akan membela Rasulullah Saw dari segala macam ancaman, dan kemudian Rasulullah Saw menyetujui baiat Aqabah dua setelah pada tahun kesebelas kenabian menyetujui adanya Baiat Aqabah pertama.

a.             Baiat Aqabah Pertama

Ketika musim haji tiba, Rasulullah Saw menggunakannya untuk menyampaikan dakwah kepada jamaah haji yang datang dari seluruh penjuru Arab. Di antara mereka terdapat orang-orang Yasrib dari suku Aus dan Khazraj. Kedua suku ini sering mendengar berita dari orang-orang Yahudi bahwa Nabi akhir zaman akan segera datang.

Pada musim haji tahun ke 11 kenabian, bertepatan dengan tahun 621 M, 12 orang dari suku Aus dan Khazraj berangkat ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Mereka bertemu dengan Rasulullah Saw di Aqabah (Mina) dan menyatakan baiat (sumpah setia). Baiat itu kemudian dikenal dengan sebutan Baiat Aqabah I atau disebut Baiatun Nisa’, karena di antara yang ikut baiat ada seorang wanita, ia bernama Afra binti Abid binti Sa’labah.

Ada 6 pokok persoalan penting yang menjadi sumpah setia dalam Baiat Aqabah I adalah :

a)                       Mereka tidak akan menyekutukan Allah Swt dengan sesuatu apapun.

b)                    Mereka tidak akan mencuri.

c)                     Mereka tidak akan berzina.

d)                    Mereka tidak akan membunuh anak-anaknya.

e)                     Mereka tidak akan berbuat fitnah, dusta dan curang.

f)                      Mereka tidak akan mendurhakai Rasulullah Saw.

Ketika mereka pulang ke Yasrib (Madinah), Rasulullah Saw mengutus Mus’ab bin Umair menyertai mereka. Mus’ab bin Umair mendapat tugas mengajarkan Islam kepada penduduk Yasrib. Dengan demikian, agama Islam semakin bersinar di Yasrib. Penduduk berbondong-bondong masuk agama Islam, sehingga jumlah kaum muslimin semakin bertambah.

b.            Baiat Aqabah kedua

Pada tahun ke 12 kenabian, bertepatan tahun 622 M, serombongan kaum muslimin dari Yasrib berangkat menuju Makkah untuk menunaikan ibadah Haji. Mereka berjumlah 75 orang, terdiri atas 73 orang laki-laki dan 2 orang wanita. Mereka segera menghadap Rasulullah Saw dan meminta diadakan pertemuan pada hari Tasyrik di Mina. Pada malam yang telah ditentukan, mereka keluar kemahnya secara  sembunyi-sembunyi  menuju  Aqabah  (tempat melempar jumrah).  Tidak lama kemudian, Rasulullah Saw datang disertai pamannya, Abbas bin Abdul Muthalib yang waktu itu belum masuk Islam tetapi tidak pernah memusuhi Islam. Adapun isi dari perjanjian Aqabah II adalah :

a)            Penduduk Yasrib siap membela Islam dan Rasulullah.

b)           Penduduk Yasrib ikut berjuang dalam membela Islam dengan harta dan jiwa.

c)            Penduduk Yasrib ikut berusaha memajukan agama Islam dan menyiarkan kepada sanak keluarga mereka.

b) Penduduk Yasrib siap menerima resiko dan segala tantangan.


Hikmah Pembelajaran

1.     Dalam berdakwah dibutuhkan kesabaran dan keikhlasan agar mendapatkan hasil yang maksimal

2.   Meluruskan dan memurnikan niat menjadi pegangan kita dalam melakukan dakwah agar keteguhan dan kegigihan hati tidak terkikis oleh banyaknya rintangan dan cobaan, tanpa keyakinan yang kuat aktifitas dakwah takkan berjalan dengan baik

3.   Selalu berprilaku terpuji dan menjadi suri tauladan yang baik agar dakwah yang kita lakukan mudah diterima oleh masyarakat

4.    Dengan strategi yang matang, dakwah yang kita lakukan dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat.


 Sumber: Kementrian Agama Republik Indonesia. 2019. Buku Siswa : Sejarah Kebudayaan Islam Kelas X. Jakarta.

SUBSTANSI DAN STRATEGI DAKWAH RASULULLAH SAW PERIODE MAKKAH

B. Substansi dan Strategi Dakwah Rasulullah Saw Periode Makkah

Tatkala Muhammad telah sampai pada usia kesempurnaanya yaitu 40 tahun, Allah Swt. menganugerahkan kepadanya kecenderungan berkhalwat atau menyendiri, agar ia menjauh dari hiruk-pikuk kehidupan jahiliyah untuk bertahannus (beribadah) kepada Allah Swt. Muhammad sering melakukan ‘Uzlah (mengasingkan diri) di Gua Hira dengan beribadah menurut agama Nabi Ibrahim a.s.

Dalam keadaan bertahannus di Gua Hira, muncullah seseorang dan berkata kepada Muhammad “bergembiralah hai Muhammad, aku adalah Jibril, dan engkau adalah utusan Allah Swt untuk umat ini. Kejadian ini terjadi bertepatan pada tanggal 13 Ramadan tahun 13 sebelum Hijriyah atau bulan Juli tahun 610 Masehi. Malaikat Jibril berkata kepada Muhammad “bacalah” lalu Muhammad menjawab “aku tidak bisa membaca” demikian sampai tiga kali hingga malaikat jibril mendekap untuk ketiga kalinya dan akhirnya Muhammad mengucapkan q.s al-‘alaq ayat 1-5

1)   اِقۡرَاۡ بِاسۡمِ رَبِّكَ الَّذِىۡ خَلَقَ‌ۚ

2)   خَلَقَ الۡاِنۡسَانَ مِنۡ عَلَقٍ‌ۚ‏

3)   اِقۡرَاۡ وَرَبُّكَ الۡاَكۡرَمُۙ

4)   الَّذِىۡ عَلَّمَ بِالۡقَلَمِۙ

5)    عَلَّمَ الۡاِنۡسَانَ مَا لَمۡ يَعۡلَمۡؕ

1.          Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan,

2.          Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.

3.          Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia,

4.          Yang mengajar (manusia) dengan pena.

5.           Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.

(Q.S.al-`Alaq 96, ayat: 1-5)

Setelah kejadian di Gua Hira tersebut, bergegaslah Muhammad pulang menemui Khadijah istrinya dengan keadaan gemetar. Setelah menceritakan perihal malaikat Jibril, Khadijah mengajak Muhammad menemui Waraqah bin Naufal yang merupakan saudara sepupunya. Waraqah bin Naufal merupakan pemeluk Nasrani yang taat dan sangat menguasai bahasa Ibrani juga mengetahui perihal rasul-rasul di antara orang-orang yang telah melihat kitab-kitab zaman dahulu. Muhammad menceritakan semua yang

dialaminya ketika berada di Gua Hira kepada Waraqah bin Naufal.

Demi mendengar penuturan Muhamad Waraqah mengatakah “ini adalah an- Namus (malaikat) yang pernah diturunkan kepada Nabi Musa a.s, Waraqah mengetahui bahwa utusan Allah Swt kepada para nabiNya tiada lain hanyalah Malaikat Jibril. Maka yakinlah Muhammad bahwa dia adalah manusia pilihan yang diutus Allah Swt. untuk menjadi rasul selanjutnya.

Setelah menerima wahyu pertama, Muhammad merasakan gundah gulana karena wahyu selanjutnya belum juga turun. Masa antara turunnya wahyu pertama dengan wahyu kedua sering disebut dengan masa fatrah. Dalam masa fatrah ini sekitar tigapuluh sampai empat puluh hari, ketika Rasulullah Saw sedang berjalan-jalan, tiba-tiba mendengar suara gemuruh dari langit.

Beliau melihat sosok malaikat Jibril sedang duduk diantara langit dan bumi. Rasulullah Saw merasa ketakutan demi mengingat kejadian di Gua Hira. Bergegas beliau pulang ke rumah dengan meminta istrinya untuk menyelimutinya, “selimutilah diriku, selimutilah aku”.Kemudian Allah Swt menurunkan firmanNya QS. Al Mudatsir ayat 1-7.

1)  يٰۤاَيُّهَا الۡمُدَّثِّرُ

2)  قُمۡ فَاَنۡذِرۡ

3)  وَرَبَّكَ فَكَبِّرۡ

4)  وَثِيَابَكَ فَطَهِّرۡ

5)  وَالرُّجۡزَ فَاهۡجُرۡ

6)  وَلَا تَمۡنُنۡ تَسۡتَكۡثِرُ

7)  وَ لِرَبِّكَ فَاصۡبِرۡؕ

1.      Wahai orang yang berkemul (berselimut)!

2.      bangunlah, lalu berilah peringatan!

3.      dan agungkanlah Tuhanmu

4.      dan bersihkanlah pakaianmu

5.    dan tinggalkanlah segala (perbuatan) yang keji,

6.       dan janganlah engkau (Muhammad) memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.

7.      Dan karena Tuhanmu, bersabarlah. (QS. Al-Muddasir 74: 1-7)


Kemudian Rasulullah Saw bangkit mengerjakan perintah Allah Swt yaitu menyeru kaum yang berhati keras dan tidak beragama untuk menyembah Allah Swt. Tugas ini merupakan perkara yang berat dan besar. Beliau harus berhadapan dengan berbagai tantangan dan masalah, antara lain perombakan sistem kebudayaan, sosial, kepercayaan penduduk Makkah dan meluruskan sistem sosial yang tidak adil.

1.               Dakwah Sembunyi-Sembunyi

Rasulullah Saw memulai dakwahnya secara sembunyi-sembunyi, menyeru manusia untuk beriman kepada Allah Swt, menganut agama Tauhid dan mengenalkan bahwa Tuhan itu satu, yaitu Allah Swt. Dakwah secara sembunyi-sembunyi ini dilakukan untuk menghindari munculnya gejolak yang sangat mungkin terjadi di kalangan masyarakat. Beliau memulai dakwah kepada keluarga dan karib kerabatnya. Beliau mengetahui bahwa orang Quraisy sangat terikat, fanatik, dan kuat mempertahankan kepercayaan jahiliyyah. Dakwah secara sembunyi-sembunyi berlangsung selama 3-4 tahun.

Empat tahun pertama merupakan masa Rasulullah Saw mempersiapkan diri, menghimpun kekuatan dan mencari pengikut setia. Seiring dengan itu, wahyu yang turun pada masa itu secara umum bersifat mendidik, membimbing, membina, mengarahkan dan memantapkan hatin dalam rangka mewujudkan kesuksesan dakwahnya. Rasulullah Saw dibekali dengan wahyu yang mengandung pengetahuan dasar mengenai sifat Allah Swt dan penjelasan mengenai dasar akhlak Islam. Selain itu, wahyu saat itu sebagai bantahan secara umum tentang pandangan hidup masyarakat jahiliyyah yang berkembang saat itu.

Orang pertama yang menyatakan keislamannya (Assabiqunal Awwalun) adalah :

a.             Khadijah (istrinya)

b.            Ali bin Abi Thalib

c.             Zaid bin Haritsah (anak angkatnya)

d.            Abu Bakar (sahabat karibnya sejak masa kanak-kanak)

e.             Ummu Aiman (pengasuh beliau sejak masa kecil)

Melalui Abu Bakar, pengikut Rasulullah Saw bertambah, mereka adalah :

a.      Abd Amar bin Auf (kemudian berganti nama menjadi Abdur Rahman bin Auf)

b.     Abu Ubaidah bin Jarrah

c.      Usman bin Affan

d.     Zubair bin Awwam

e.      Sa’ad bin Abi Waqqas

f.      Arqam bin Abi Al Arqam

g.     Fathimah bin Khattab

h.     Talhah bin Ubaidillah dan sebagainya.

2.               Dakwah Terang-terangan

Tiga tahun lamanya Rasulullah Saw berdakwah secara sembunyi-sembunyi di rumah sahabat Arqam bin Abi Al Arqam. Penduduk Makkah banyak yang sudah mengetahui dan mulai membicarakan agama baru yang beliau bawa. Mereka menganggap agama itu sangat bertentangan dengan agama nenek moyang mereka. Pada waktu itu turunlah wahyu yang memerintahkan kepada beliau untuk melakukan dakwah secara terbuka dengan terang-terangan kepada seluruh masyarakat. Alah Swt

berfirman dalam QS. Al Hijr ayat 94.


فَٱصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ ٱلْمُشْرِكِينَ

“Maka sampaikanlah (Muhammad) secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang yang musyrik.” (QS. Al-Hijr 15: 94)

Dengan turunnya ayat tersebut, Rasulullah Saw. mulai berdakwah secara terang- terangan. Dakwah ini membuat seorang tokoh Bani Giffar yang tinggal di Barat Laut Merah menyatakan diri masuk Islam. Ia adalah Abu Zar Al-Giffari. Atas perintah Rasulullah Saw kemudian Abu Zar Al-Giffari pulang untuk berdakwah di kampungnya. Sejak itulah banyak orang yang masuk Islam berkat Abu Zar Al- Giffari. Melalui cara itu pula, Bani Daus juga masuk Islam.  Orang pertama Bani  Daus yang masuk Islam adalah Tufail bin Amr ad Dausi, seorang penyair terpandang di kabilahnya. Dengan demikian, Islam mulai tersebar di luar Makkah.

Keberhasilan Rasulullah Saw dalam berdakwah mendorong kaum kafir Quraisy melancarkan tindakan kekerasan terhadap beliau dan pengikutnya. Di tengah meningkatnya kekejaman pemimpin kafir Quraisy, Hamzah bin Abdul Muthalib dan

Umar bin Khattab, dua orang kuat Quraisy masuk Islam. Hal ini membuat kaum kafir Quraisy mengalami kesulitan untuk menghentikan dakwah Rasulullah Saw.

Suatu ketika, Rasulullah Saw melakukan dakwah secara terbuka di Bukit Shafa dengan memanggil semua suku yang ada di sekitar Makkah. Untuk mengetahui apa yang akan disampaikan Muhammad, semua suku mengirimkan utusannya. Bahkan Abu Lahab, paman beliau pun hadir bersama istrinya (Ummu Jamil).

Rasulullah Saw berseru, ”Jika saya katakan kepada kamu bahwa di sebelah  bukit ada pasukan berkuda yang akan menyerangmu, apakah kalian percaya?”. Mereka menjawab, ”Kami semua percaya, sebab kamu seorang yang jujur dan kami tidak pernah menemui kamu berdusta”.

Rasulullah Saw kemudian berseru kembali, ”Saya peringatkan kamu akan siksa di hari kiamat. Allah Swt menyuruhku untuk mengajak kamu menyembah kepada Nya, yaitu Tuhanku dan Tuhanmu juga, yang menciptakan alam semesta termasuk yang kamu sembah. Maka tinggalkanlah Latta, Uzza, Manat, Hubal dan berhala- berhala lain sesembahanmu”. Mendengar seruan tersebut Abu Lahab mencaci maki seraya berkata, ”Hari ini kamu (Muhammad) celaka. Apakah hanya untuk ini kamu mengumpulkan kami semua?”.

Selanjutnya Rasulullah Saw termenung sejenak memikirkan reaksi keras dari kaumnya yang menentang dakwahnya. Kemudian, turun wahyu yang menerangkan bahwa yang celaka bukanlah beliau, tetapi Abu Lahab sendiri.

Allah Swt berfirman dalam QS. Al Lahab ayat 1-5.

 

1)   تَبَّتۡ يَدَاۤ اَبِىۡ لَهَبٍ وَّتَبَّؕ


2)   مَاۤ اَغۡنٰى عَنۡهُ مَالُهٗ وَمَا كَسَبَؕ


3)    سَيَصۡلٰى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ


4)   وَّامۡرَاَ تُهٗ ؕ حَمَّالَةَ الۡحَطَبِ‌ۚ‏


5)    فِىۡ جِيۡدِهَا حَبۡلٌ مِّنۡ مَّسَدٍ




1.      Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia!

2.      Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan.

3.      Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak (neraka).

4.      Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar (penyebar fitnah).

5.      Di lehernya ada tali dari sabut yang dipintal. (QS. al-Lahab 111: 1-5)

Setelah peristiwa di Bukit Shafa tersebut, para pemimpin Qurays bereaksi dengan melakukan sebagai berikut:

a.             Mendatangi Abu Thalib, paman yang mengasuh Rasulullah Saw. Mereka meminta Abu Thalib untuk mencegah kegiatan dakwah yang dilakukan keponakannya, tetapi tidak berhasil.

b.            Kaum kafir Quraisy mengutus Walid bin Mughirah dengan membawa seorang pemuda untuk ditukarkan dengan Muhammad Saw. Mereka akan bangkit memerangi Rasulullah Saw.

Ancaman keras ini nampaknya berpengaruh pada diri Abu Thalib. Lalu ia memanggil ponakannya untuk berhenti dari dakwahnya. Namun, Rasulullah Saw tetap tegar dan menolak permintaan pamannya dengan berkata, “Demi Allah Swt, biarpun matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, aku tidak akan menghentikan dakwah agama Allah Swt ini hingga agama ini menang atau aku binasa karenanya”.

Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Rasulullah Saw meninggalkan Abu Thalib seraya menangis. Abu Thalib memanggilnya kembali, seraya berkata,  “Wahai anak saudaraku! Pergilah dan katakanlah apa yang kamu kehendaki (dakwah). Demi Allah Swt, aku tidak akan menyerahkanmu kepada mereka selamanya”.

c.             Mengutus Utbah bin Rabi’ah, seorang ahli retorika untuk membujuk Rasulullah Saw. Mereka menawarkan tahta dan harta, asalkan beliau bersedia menghentikan dakwahnya. Tawaran itu pun ditolak keras oleh Rasulullah Saw.

d.            Melakukan tindakan kekerasan secara fisik terhadap orang yang masuk Islam. Budak yang masuk Islam disiksa dengan kejam seperti Bilal bin Rabah, Amir bin Fuhairah at Tamimi, Ummu Ubais, an Nadhiyah serta anaknya, Al Mu’ammiliyah, dan Zinirah. Zinirah disiksa hingga matanya buta, sedang Ummu Amar bin Yair binti Kubath, budak wanita Bani Makhzum disiksa sampai mati. Bahkan Usman bin Affan pun pernah dikurung dan dipukuli dalam kamar gelap oleh saudaranya.

Tekanan-tekanan ini ternyata tidak membuat Islam dijauhi. Sebaliknya, umat Islam semakin bertambah. Hal ini membuat Abu Jahal menekan kepada semua pemimpin Quraisy untuk melakukan pemboikotan kepada Bani Hasyim dan Bani Muthalib.

Isi surat pemboikotan itu adalah sebagai berikut :

a.             Muhammad dan kaum keluarga serta pengikutnya tidak diperbolehkan menikah dengan bangsa Arab Quraisy lainnya, baik laki-laki maupun perempuan.

b.            Muhammad dan kaum keluarga serta pengikutnya tidak boleh mengadakan hubungan jual beli dengan kaum Quraisy lainnya.Muhammad dan kaum keluarga serta pengikutnya tidak boleh bergaul dengan kaum Quraisy lainnya

c.         Kaum Quraisy tidak dibenarkan membantu dan menolong Muhammad, keluarga ataupun pengikutnya.


 Sumber: Kementrian Agama Republik Indonesia. 2019. Buku Siswa : Sejarah Kebudayaan Islam Kelas X. Jakarta.