PERISTIWA-PERISTIWA PENTING DALAM DAKWAH
RASULULLAH SAW PERIODE MADINAH
Sejarah menyebutkan bahwa ketika di Makkah
Rasulullah Saw dengan kegigihannya menyiarkan Islam tidak memperoleh hasil yang
menggembirakan. Rasulullah Saw dan para pengikutnya secara politis benar-benar
terpojok dan terjepit. Sebaliknya ketika sampai di Madinah, Islam benar-benar
mendapat respon positif. Dakwah Islam di Madinah selama kurang lebih 10 tahun
membawa kemajuan yang sangat pesat.
Berikut ini beberapa peristiwa penting dalam
dakwah Rasulullah Saw periode Madinah:
1.
Piagam Madinah (Mitsaq Madinah)
Lahirnya Piagam Madinah yang diperkirakan kurang dari dua
tahun Rasulullah Saw tinggal di Madinah ini, membuktikan bahwa Rasulullah Saw
dalam dakwahnya berhasil mengadakan konsolidasi dan negosiasi dengan berbagai
kelompok kepentingan di Madinah, selanjutnya tampil sebagai pemimpin serta
menata kehidupan sosial politik di sana. Piagam Madinah ini secara tidak langsung
menandai berdirinya sebuah Negara.
Para sejarawan menyebut bahwa Piagam Madinah
sebagai konstitusi tertua di dunia sepanjang sejarah. Piagam tersebut menjamin
kebebasan beragama kaum Yahudi, menekankan kerjasama sedekat mungkin di
kalangan Islam (Muhajirin dan Anshar), menyerukan kepada kaum Yahudi dan
orang-orang Islam bekerjasama untuk perdamaian berdasarkan peraturan umum,
serta menetapkan kewenangan mutlak kepada Rasulullah Saw untuk menyelesaikan
dan menegakkan perselisihan di antara mereka.
Naskah Piagam Madinah terdiri dari 47 pasal
yang dibuat dalam dua waktu yang berbeda. Pertama
kesepakatan yang terjadi sebelum berlangsungnya perang Badar dan berisi 24
pasal yang membicarakan tentang hubungan antara umat Islam dengan umat-umat
lainnya termasuk dengan kaum Yahudi. Kedua,
kesepakatan yang terjadi setelah berlangsungnya perang Badar dan berisi 23
pasal yang memuat tentang hubungan antara umat Islam yaitu kaum Muhajirin dan Anshar.
Inti dari Piagam Madinah adalah sebagai berikut:
a)
Kaum Yahudi beserta kaum muslim wajib turut
serta dalam peperangan
b)
Kaum Yahudi dari Bani Auf diperlakukan sama
dengan kaum muslimin
c) Kaum Yahudi tetap dengan agama Yahudi mereka, dan
demikian pula dengan kaum muslimin.
d) Semua kaum Yahudi dari semua suku dan kabilah di Madinah
diperlakukan sama dengan kaum Yahudi bani Auf
e) Kaum Yahudi dan muslimin harus tolong menolong dalam
memerangi atau menghadapi musuh
f) Kaum Yahudi dan muslimin harus senantiasa
saling berbuat kebajikan dan saling mengingatkan ketika terjadi penganiayaan
atau kedzaliman
g)
Kota Madinah dipertahankan bersama dari
serangan pihak luar
h)
Semua penduduk Madinah dijamin keselamatannya kecuali
bagi yang berbuat jahat
i)
Muhammad Rasulullah Saw adalah pemimpin umum untuk
seluruh penduduk Madinah.
Seorang sejarawan bernama W. Montgomery Watt
dalam bukunya Islamic Political Thought mengatakan
bahwa point-point terpenting yang terdapat dalam Piagam Madinah yang
menggambarkan bentuk negara adalah sebagai berikut:
1)
Orang-orang beriman dan ketergantungan-ketergantungan
mereka adalah merupakan suatu komunitas yang utuh (ummah)
2)
Setiap suku atau bagian dari suku masyarakat
ini bertanggung jawab terhadap harta rampasan atau uang tebusan atas nama
masing-masing anggotanya (pasal 2-11)
3)
Para anggota masyarakat diharapkan menunjukkan
kekompakan dalam menghadapi tindak criminal, dan agar tidak membantu tindakan
criminal sekalipun untuk anggota terdekatnya, yang tindakannya itu bersangkutan
dengan anggota masyarakat lain (pasal 13, 21)
4)
Para anggota masyarakat diharapkan menunjukan
rasa kekompakan yang penuh dan dalam menghadapi orang-orang yang tidak beriman,
baik dalam situasi damai maupun situasi perang (pasal 14, 17, 19, 44), dan juga
solidaritas dalam pemberian “perlindungan tetangga”
(Pasal 15)
5)
Orang Yahudi yang berasal dari berbagai kelompok
adalah milik masyarakat dan mereka harus menjaga agama mereka sendiri, mereka
dan orang-orang Islam harus saling membantu bila itu diperlukan, termasuk
bantuan militer (pasal 24-35, 37, 38, 46).
2. Respon Nabi Terhadap Kaum Kafir Quraisy
Selama berdakwah Rasulullah Saw belum pernah
memaksa apalagi memerangi seorangpun untuk memeluk Islam, ajakan tersebut hanya
sebatas menyampaikan kabar
gembira maupun memberi peringatan. Untuk itu Allah Swt selalu menurunkan
ayat-ayatnya yang memberikan semangat kepada Rasulullah Saw, bersabar di dalam
menghadapi perlakuan yang menyakitkan dari pihak kafir Quraisy. Hingga dua
tahun di Madinah turunlah wahyu tentang diperberbolehkannya berperang QS.
Al-Hajj ayat 39-40
39.
Diizinkan (berperang) kepada orang-orang yang
diperangi, karena sesungguhnya mereka dizalimi. Dan sung-guh, Allah Mahakuasa
menolong mereka itu,
40.
(yaitu) orang-orang yang diusir dari kampung
halamannya tanpa alasan yang benar, hanya karena mereka berkata, “Tuhan kami
ialah Allah.” Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia
dengan sebagian yang lain, tentu telah dirobohkan biara-biara Nasrani,
gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi
dan masjid-masjid, yang di dalamnya
banyak disebut nama Allah. Allah pasti
akan menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sungguh, Allah Mahakuat, Mahaperkasa (QS. Al-Hajj 22: 39-40)
Kemudian Allah Swt. memerintahkan pelaksanaanya
melalui firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 190.
“Dan
perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan
melampaui batas. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas. (QS.
Al-Baqarah 2: 190)
Rasulullah Saw hanya terbatas memerangi
orang-orang Quraisy saja, tidak semua bangsa Arab. Akan tetapi tatkala mereka
bahu membahu bersama orang-orang musyrik Arab untuk memerangi orang-orang
Muslim, maka Allah Swt memerintahkan kepada Rasulullah Saw untuk memerangi
orang-orang musyrik secara keseluruhan. Dengan demikian jihad itu bersifat
umum, yaitu diadakan untuk melawan orang-orang yang tidak memiliki kitab suci dan atau orang-orang watsani (penyembah berhala).
Setelah turunnya wahyu diperbolehkannya umat
Islam berperang dalam rangka mempertahankan diri, umat Islam tidak lagi
bersifat pasif dan mengalah terhadap tindakan
semena-mena kaum kafir. Dalam sejarah ada dua sebutan untuk perang pada masa
Rasulullah Saw: pertama ghazwah yaitu
peperangan yang diikuti oleh Rasulullah Saw terjadi sebanyak 27 kali dan kedua sariyyah untuk peperangan yang tidak
diikuti oleh Rasulullah Saw terjadi sebanyak 47 kali.
a.
Peristiwa
Badar
Peristiwa Badar adalah perang pertama kali
dalam sejarah Islam, terjadi pada tahun 2 H atau tahun 625 M di lembah Badar.
Pasukan Muslimin kala itu berjumlah 313 oarang dengan pasukan kafir Quraisy
berjumlah 1000 orang. Ada sebuah peristiwa menarik dalam perah Badar yang
menandakan pertolongan dan janji Allah Swt itu nyata, yaitu ketika pada salah
satu malam terjadi peperangan, Allah Swt menurunkan sebuah hujan. Hujan ini
bagi kaum musyrikin terasa sangat lebat, sehingga mencegah mereka untuk maju,
sementara bagi kaum Muslimin hujan ini terasa bagaikan gerimis yang dapat
menyucikan mereka, menghilangkan gangguan syaitan dari diri mereka, mudah untuk
menapaki bumi, mengeraskan pepasiran, memantapkan langkah menyiapkan posisi dan
memantapkan hati mereka. Sungguh sebuah pertolongan yang nyata dari Allah Swt bagi
kaum muslimin waktu itu. Dalam peperangan Badar ini umat Islam memperoleh
kemenangan.
b.
Peristiwa
Uhud
Kekalahan dalam perang Badar membuat kaum kafir
Quraisy berusaha untuk menghimpun kekuatan. Genap satu tahun dari peristiwa
perang Badar, berangkatlah pasukan kafir Quraisy menuju Madinah. Pasukan
Quraisy Makkah berhenti di dekat
Gunung Uhud di sebuah tempat bernama Ainun di tanah tandus utara Madinah di
samping gunung Uhud.
Rasulullah Saw beserta pasukan Muslimin Madinah
keluar dari kota Madinah. Tepat disebuah tempat bernama Syauth beliau
melaksanakan sholat subuh. Pada waktu itu Rasulullah Saw sudah sangat dekat
dengan musuh, disinilah Abdullah bin Ubay beserta 300 pasukan membelot dan
kembali ke Madinah.
Rasulullah Saw sangat yakin dengan pertolongan
Allah, beliau tidak gentar sedikitpun ketika jumlah pasukannya berkurang.
Disinilah Allah menurunkan bantuannya dengan memberikan keyakinan kepada
pasukan yang masih setia dengan Rasulullah Saw.
Perang Uhud telah
menorehkan kesedihan dalam hati Rasulullah Saw karena paman beliau, Hamzah bin
Abdul Mutholib wafat di tangan Wahsy bin Harb yang merupakan suruhan dari
Hindun istri Abu Sufyan.
Ketika kaum muslimin sudah
mendapatkan kemenangan, tiba-tiba pasukan muslimin yang berada di bukit Uhud tergiur
harta rampasan perang (ghanimah) sehingga
pasukan pemanah itu menuruni bukit dan akhirnya berhasil diserang kembali oleh
kaum kafir Quraisy.
Perintah Rasulullah Saw
untuk tidak meninggalkan bukit Uhud tidak lagi dihiraukan. Akibatnya
kaum muslimin mengalami kekalahan. Disini bisa kita lihat bahwa ketaatan kepada
pimpinan sangat diutamakan demi tercapainya tujuan bersama.
c.
Peristiwa
Ahzab
Peristiwa
Ahzab atau perang Khandak terjadi pada bulan Syawal tahun ke 5 Hijriyah
disekitar kota Madinah bagian utara. Rasulullah Saw bermusyawarah dengan para
sahabat tentang strategi dan taktik yang digunakan. Salah seorang sahabat
bernama Salman Al-Farisi berkata, “Wahai
Rasulullah, sesungguhnya dulu ketika kami di Negeri Persia, apabila kami dikepung
(musuh), maka kami membuat parit di sekitar kami” (dan itu merupakan
strategi yang sangat jitu dan
belum dikenal oleh bangsa Arab sebelumnya).
Maka bersegeralah Rasulullah Saw melaksanakan
rencana tersebut dan beliau mempercayakan kepada setiap sepuluh orang untuk
mengambil parit seluas empat puluh hasta. Peristiwa ini menandakan keluhuran
budi Rasulullah Saw, yang mau menerima usulan dari orang lain dan ketaatan dari para sahabat terhadap
apa yang diperintahkan oleh seorang pimpinan
kepadanya.
Rasulullah Saw ikut serta dalam penggalian
parit seraya terus mempompakan semangat kepada mereka. Keadaan yang serba
kekurangan dan kelaparan tidak melemahkan semangat mereka. Dalam keadaan
seperti ini banyak sekali muncul tanda-tanda kenabian dalam diri Rasulullah
Saw, satu diantaranya ketika seorang sahabat Jabir bin Abdullah melihat
Rasulullah Saw dalam keadaan lapar, beliau secara diam-diam mengundang
Rasulullah Saw untuk menikmati hidangan di rumahnya dengan beberapa orang
sahabat saja, Jabir melakukan secara diam-diam karena khawatir makanan yang
dihidangkan tidak mencukupi jika dia mengundang secara terbuka.
Namun Rasulullah Saw
memanggil seluruh penggali parit yang jumlahnya mencapai seribu orang, mereka
makan sepuasnya hingga kenyang, dan anehnya masih tersisa sepanci daging dalam
keadaan tertutup seperti belum dimakan, demikian juga dengan hidangan yang
lainnya, roti dan kurma masih utuh bahkan sampai kurma berjatuhan dari ujung
baju mereka ketika mereka mengambil untuk bekal.
Kaum muslimin meneruskan
penggalian parit itu sepanjang hari, dan pulang ke rumah masing-masing pada
sore harinya, sehingga penggalian parit dapat selesai sesuai dengan yang direncanakan.
Ketika kaum kafir Quraisy akan menyerang kaum
Muslimin dan memasuki Madinah, mereka terhalang oleh parit-parit itu. Akhirnya
kafir Quraisy hanya bisa mengelilingi parit sambil mencari titik lemah untuk
dijadikan pintu masuk ke Madinah. Selama beberapa hari kaum kafir Quraisy
mengepung kota Madinah hingga pada akhirnya Allah Swt memberikan pertolongannya
dengan turunnya hujan badai yang memporak porandakan perkemahan kaum kafir
Quraisy. Demikianlah pada akhirnya kaum Muslimin mengalami kemenangan pada peristiwa perang Ahzab.
d.
Perjanjian Hudaibiyah
Rasulullah SAW dan kaum muslimin sudah
merindukan untuk menunaikan ibadah haji. Pada tahun 6 H Rasulullah saw dan kaum
muslimin berangkat ke Makkah. Jumlah mereka sebanyak 1.000 orang. Untuk
menghilangkan praduga jelek dari kaum kafir Quraisy, umat Islam berpakaian
ihram dan menuntun ternak untuk disembelih pada hari Tasyrik di Mina. Untuk
sekedar menjaga diri, mereka membawa
pedang yang disarungkan.
Ketika sampai di suatu tempat yang bernama
Hudaibiyah, Rasulullah saw berhenti. Beliau mengutus Usman bin Affan untuk
menjelaskan kepada kaum kafir Quraisy tujuan kaum muslimin ke Makkah, yaitu
untuk beribadah haji dan menengok saudara-saudaranya. Namun, Usman ditahan kaum
kafir Quraisy dan terdengar berita bahwa beliau dibunuh. Ternyata, berita
tersebut tidak benar, Usman telah datang dan berhasil memberi penjelasan kepada
kaum kafir Quraisy.
Tidak lama kemudian, utusan kaum kafir Quraisy
bernama Suhail bin Amr datang. Dalam pertemuan itu disepakati perjanjian antara
kaum kafir Quraisy dan kaum
muslimin. Perjanjian ini disebut Perjanjian Hudaibiyah. Adapun isinya sebagai
berikut:
a) Umat Islam tidak boleh menjalankan ibadah umrah
tahun ini. Tahun depan baru diperbolehkan
dan tidak boleh berada di Makkah lebih dari tiga hari.
b) Keduanya tidak saling menyerang selama 10 tahun.
c) Orang Islam yang lari ke Makkah (murtad)
diperbolehkan, sedangkan orang kafir (Makkah) yang lari ke Madinah (masuk
Islam) harus ditolak.
d) Suku Arab yang lain, bebas memilih bergabung
dengan Rasulullah ke Madinah atau mengikuti kafir Quraisy ke Makkah.
e) Kaum muslimin tidak jadi melaksanakan ibadah
Umrah tahun ini, tetapi ditangguhkan sampai tahun depan.
Nampaknya, isi perjanjian ini merugikan kaum
muslimin, tetapi hikmahnya sangat besar. Masa 10 tahun dapat dimanfaatkan untuk
berdakwah dengan bebas tanpa khawatir ada gangguan dari kaum kafir Quraisy.
Sumber: Kementrian Agama Republik Indonesia. 2019. Buku Siswa : Sejarah Kebudayaan Islam Kelas X. Jakarta.