Biografi Muhammad
Abduh
Muhammad Abduh
lahir di pedusunan delta Nil Mesir pada tahun 1849. Keluarganya terkenal
berpegang teguh kepada ilmu dan agama. Dalam usia 12 tahun Muhammad Abduh telah
hafal al-Qur’an. Kemudian, pada usia 13 tahun ia dibawa ke Tanta untuk belajar
di Masjid Al-Hamdi. Masjid ini sering disebut Masjid Syeikh Ahmad, yang
kedudukannya dianggap sebagai level kedua setelah Al-Azhar. Di masjid ini
Muhammad Abduh menghapal dan belajar al-Qur’an selama 2 tahun.
Pada saat Muhammad Abduh berumur 16 tahun, tepatnya pada tahun 1865,
Muhammad Abduh menikah dan bekerja sebagai petani. Namun
hal itu hanya berlangsung selama 40 hari, karena kemudian ia pergi ke Tanta
untuk belajar kembali. Pamannya, seorang Syaikh
(guru spiritual) Darwisy Khadr seorang ulama shufi dari Tharekat Syadzili telah
membangkitkan kembali semangat belajar dan antusiasme Abduh terhadap ilmu dan
agama.
Syeikh ini
mengajarkan kepadanya disiplin etika dan moral serta praktek kezuhudan
tharekatnya. Meski Muhammad Abduh tidak lama bersama Syeikh Darwisy, sepanjang
hidupnya Muhammad Abduh tetap tertarik kepada kehidupan ruhaniah tasawuf. Namun kemudian dia jadi kritis terhadap banyak
bentuk lahiriah dan ajaran tasawuf, dan karena kemudian dia memasuki kehidupan
Jamaluddin Al- Afghani yang karismatis itu.
Tahun 1866
Muhammad Abduh meninggalkan isteri dan keluarganya menuju Kairo untuk belajar
di Al-Azhar. Tiga tahun setelah Muhammad Abduh di Al-Azhar, Jamaluddin
Al-Afghani datang ke Mesir. Di bawah bimbingan Al-Afghani, Muhammad Abduh mulai
memperluas studinya sampai meliputi filsafat dan ilmu sosial serta politik.
Sekelompok pelajar muda Al-Azhar bergabung bersamanya, termasuk pemimpin Mesir
di kemudian hari, Sa’d Zaghlul. Al-Afghani aktif memberikan dorongan kepada
murid-muridnya ini untuk menghadapi intervensi Eropa di negeri mereka dan
pentingnya melihat umat Islam sebagai umat yang satu.
Muhammad Abduh meninggal pada tanggal 11 Juli 1905.
Banyaknya orang yang memberikan hormat di Kairo dan Alexandria, membuktikan
betapa besar penghormatan orang kepada dirinya. Meskipun Muhammad Abduh
mendapat serangan sengit karena pandangan dan tindakannya yang reformatif,
terasa ada pengakuan bahwa Mesir.
Ide-ide Pembaruan Muhammad Abduh;
a.
Faktor
Utama Kemunduran Umat Islam adalah Jumud
Muhammad Abduh berpandangan bahwa
penyakit yang melanda negara- negara Islam adalah adanya kerancuan pemikiran
agama di kalangan umat Islam sebagai konsekuensi datangnya peradaban Barat dan
adanya tuntutan dunia Islam modern. Sebab yang membawa kemunduran umat Islam
adalah bukan karena ajaran Islam itu sendiri, melainkan adanya sikap jumud di tubuh umat Islam. Menurut
Muhammad Abduh Al-Islamu mahjubun bil
muslimin. Jumud yaitu keadaan
membeku/statis, sehingga umat tidak mau menerima perubahan, yang dengannya
membawa bibit kepada kemunduran umat saat ini (al-Jumud ‘illatun tazawwul).
Seperti dikemukakan
Muhammad Abduh dalam al-Islam baina
al-’Ilm wa al-Madaniyyah, dijelaskan bahwa sikap jumud dibawa ke tubuh
Islam oleh orang- orang yang bukan Arab, yang merampas puncak kekuasaan politik
di dunia Islam. Mereka juga membawa faham animisme,
tidak mementingkan pemakaian akal, jahil dan tidak kenal ilmu pengetahuan.
Rakyat harus dibutakan dalam hal ilmu pengetahuan agar tetap bodoh.
b.
Bidang
Masalah Ijtihad
Muhammad Abduh banyak menonjolkan
pemikiran Ibn Taimiyyah tentang Ibadah dan Muamalah. Bahwa ajaran-ajaran yang
terdapat dalam Qur’an dan hadis bersifat tegas, jelas dan terperinci.
Sebaliknya, ajaran-ajaran mengenai hidup kemasyarakatan umat hanya merupakan
dasar-dasar dan prinsip umum tidak terperinci, serta sedikit jumlahnya. Oleh
karena sifatnya yang umum tanpa perincian, maka ajaran tersebut dapat
disesuaikan dengan zaman.
Penyesuaian dasar-dasar itu dengan
situasi modern dilakukan dengan mengadakan interpretasi baru. Untuk itu, Ijtihad perlu dibuka. Dalam kitab Tarikh Hashri al-Ijtihad dikutip
pendapat ‘Abduh mengenai ijtihad sebagai berikut: “Sesungguhnya kehidupan sosial manusia selalu mengalami perubahan,
selalu terdapat hal-hal baru yang belum pernah ada pada zaman sebelumnya.
Ijtihad adalah jalan yang telah ada dalam syariat Islam sebagai sarana untuk
menghubungkan hal-hal baru dalam kehidupan manusia dengan ilmu-ilmu Islam,
meskipun ilmu-ilmu Islam telah dibahas seluruhnya oleh para ulama terdahulu. ”
Selanjutnya,
menurut Muhammad Abduh, untuk orang yang telah memenuhi syarat ijtihad di bidang muamalah dan hukum
kemasyarakatan bisa didasarkan langsung pada Alquran dan Hadis dan disesuaikan
dengan zaman. Sedangkan ibadah tidak menghendaki perubahan menurut zaman.
Pendapat tentang dibukanya pintu
ijtihad bukan semata-mata pada hati tetapi pada akal. Al-Qur'an memberikan
kedudukan yang tinggi bagi akal. Islam, menurutnya adalah agama rasional.
Mempergunakan akal adalah salah satu dasar Islam. Iman seseorang takkan
sempurna tanpa akal. Agama dan akal yang
pertama kali mengikat tali
persaudaraan.
Sumber: Kementrian Agama Republik
Indonesia. 2019. Buku Siswa : Sejarah Kebudayaan Islam Kelas XI. Jakarta.
Link Vidio pembelajaran materi Biografi dan Ide-ide Pembaharuan Muhammad Abduh dapat diakses di: Vidio Pembelajaran Materi Biografi dan Ide-ide Pembaharuan Muhammad Abduh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar