Sabtu, 23 Februari 2019

KAMU YANG BELUM BISA MELUPAKAN

Dear kamu,

Kamu apa kabar? lama tidak bertatap dan bertemu. Semoga kamu baik-baik saja dan akan selalu baik-baik saja.
Mungkin sempat terlintas dibenakmu untuk apa aku hanya mewakilinya lewat kalimat-kalimat seperti ini. Sederhananya, lewat tulisan aku bisa mengedit setiap kali aku merasa ada yang salah sampai sekiranya pas untuk ku kirimkan. Dan sekiranya kamu bisa menerima dengan hati yang lapang. Yah, kamu tahu lah betapa kita harus berhati-hati dengan lidah yang tak bertulang ini, salah susunan kalimat saja bisa menjadi tafsir lain.
Kali ini kamu pasti bertanya prihal judul tulisan ini. Belum bisa melupakan? Melupakan apa? Melupakan siapa? Sebelum kamu semakin bingung, coba deh baca tulisanku yang sebelum ini tentang 'Kamu yang bertanya kapan aku wisuda?'. Tulisanku kali ini juga masih untuk kamu. Kamu yang istimewa. Kamu yang masih didera-dera revisi, kamu yang masih berdialektika dengan skripsi.
Kalian yang pernah mengalami drama tentang skripsi, pasti sepakat bahwa tidak semuanya memiliki akhir yang sama karena setiap pelakon memiliki titian yang berbeda. Seperti aku. Seperti dia. Seperti mereka. Dan seperti kamu.
Cerita ini bermula usai PPL dimana umumnya banyak yang mulai mengajukan judul skripsi. Dan tidak mau ketinggalan aku juga harus ikut moment mengajukan judul itu. Siang itu permohonanku ditolak karena tidak memiliki data, ada data-data yang harus aku lengkapi. Lalu, bulan November akhir aku kembali dengan data-data yang diminta bapak dosen. Jadilah aku diakhir November 2017 mendapatkan surat rekomendasi penjukan pembimbing dari wadek 3 (kayaknya) serta buku bimbingan yang masih cetakan (karena stelah itu buku bimbingan yang keluar foto copyan semua) Dan hari itu semua masih baik-baik saja, belum ada revisi, belum ada tatapan hampa di depan pintu dan belum ada tentengan map berat. Haha. Semua masih baik-baik saja. 
Lalu kubawa surat dari wadek 3 dan draft kerangka Skripsiku ke kantor Rektorat dibulan Januari 2018. Ya, Januari. Ternyata waktu begitu cepat berlalu dan aku masih belum melangkah dari musim PPL sampai mau musim KKN. Jadilah musim KKN yang indah itu tanpa ada Skripsi (kalau kalian pengen ceritaku pas KKN digunung, boleh kok dikesempatan yang lain bisa aku ceritain, hehe). Usai KKN akhir bulan Maret, aku ke Rektorat lagi menemui dosbim dan mengajukan lagi draft kerangka skripsi yang Januari kemarin tertolak. Akhirnya siang itu ACC dan langkah selanjutnya aku harus buat proposal.
Sudah bulan April saja dan tentu tetap mengerjakan proposalku, hanya masih sekenanya saja, karena waktu itu berbarengan dengan persiapan Olimpiade. Memasuki bulan Mei, aku mulai gugup, sudah mau Ramadhan, pasti godaannya lebih banyak kalau mau bimbingan. Jadilah aku mulai serius mengerjakan proposal skripsi, minimal sebelum lebaran sudah ACC. Dimbingkan, direvisi, dibimbingkan lagi sampai akhirnya ACC diakhir bulan Mei. Segera aku mendaftarkan diri jadi peserta Seminar Proposal (Sempro). 
Kemuadian pada pertengahan bulan Juli ada panggilan Sempro. Jadilah aku terkaget-kaget setelah liburan dan gak pernah buka file proposal malah dapat panggilan. Yasudahh jalani saja. Bagaimana nasib proposal ku? Jelas revisi lah haha. Meski revisinya sebenarnya banyak tapi jadi nyantai karena pengujinya friendly bangett, sambil nguji sambil ngobrol kesana kemari. Selepas sempro barulah terasa pusingnya, ini gimana ya ngrevisinya? Wkwk banyak banget. Saking pusingnya, setiap kali kepikiran revisi, aku mensugesti diri bahwa pikiran ini perlu istirahat. Perlu istirahat. 
Sampai akhirnya ada chatt masuk dari satu kawan 'aku udah daftar kompre' hah! kok aku ditinggal. Jadilah aku buka proposalku kembali, merevisi dan segera berburu tanda tangan penguji. Pada pertengahan Agustus mulailah drama-drama itu dimulai. Siang itu aku harus mendapatkan satu tanda tangan pengujiku lagi agar proposal ku 'sah'. Demi memenuhi waktu janjian tepat waktu, aku ijin dari tempat kerja dan segera menuju kampus. 15 menit lebih dari waktu janjian aku baru sampai dan beliau tidak ada diruangannya. Rasanya begitu hampa, siang yang begitu terik, deru nafas yang belum beraturan, tenggorokan yang masih kering dan pesan Whatsapp ku yang masih belum dibaca. Satu jam lebih ngemper didepan kantor akhirnya ada titik terang. Beliau memberi kabar bahwa sudah tidak di kampus. Bagus. Segera aku menuju rumah beliau yang dekat dari Bangsri. Haha. Jadi aku hanya olah raga jantung dari tadi, dari Bangsri-Tahunan terus balik lagi. Yo wislah, itung-itung nengok Kampus. Mungkin kalian bertanya gitu banget sampe ke rumah, besok kan bisa. Karena paginya beliau bakal dinas ke luar kota sampai 5 hari kedepan. Jadi, sore itu aku harus dapat tanda tangan beliau agar bisa segera mendaftar ujian kompre. Esoknya, aku kembali ke kampus dan melengkapi berkas-berkas pendaftaran ujian komprehensif.
Sambil menunggu panggilan ujian kompre, aku tetap mengerjakan skripsiku. Setiap hari Jum'at aku habiskan waktuku di Perpustakaan Pusat. Satu jam baca buku, satu jam browsing, setengah jam ngetik bener dan selebihnya adalah ngonrol sama temen. Haha. Kalau diterus-terusin sampai jadi mahasiswa dua digit mungkin sekripsinya baru kelar. Untunglah dari obrolan-obrolan itu, aku melihat bahwa teman-temanku mulai menunjukkan progress yang berarti. Jadilah ku kebut skripsian. Sebelum tidur skripsian, bagun tidur skripsian, pokoknya setiap ada waktu skripsian.
Sampai akhir September skripsiku belum juga ACC. Aku menyerah. Sudah tidak ada yang bisa aku lakukan lagi. Draft skripsiku sudah ada di meja pembimbing. Semua hanya tinggal restu dosen dan ridho Allah. Dalam masa menunggu itu hatiku semakin tidak karuan karena teman-temanku mulai dapat panggilan sidang Munaqosyah sementara skripsiku masih apa kabar. Bahkan di hari kamis awal bulan Oktober, sidang terahir untuk wisuda bulan Oktober skripsiku masih direvisi. Siang itu aku bertekat hari ini harus ACC. Stengah empat sebelum jam bimbingan ditutup aku segera menuju Rektorat dan mengajukan lagi dan Alhamdulillah di ACC sama bapak dosbim. Udah lega? Belum. Esoknya aku segera mengurus pendaftaran sidang Munaqosyah dan petugasnya bilang sudah tidak ada sidang Munaqosyah untuk wisuda Oktober. Ah, nyaris saja. Rasanya semua penyesalan begitu terasa menyakitkan.
Lalu ada info soal pelaksanaan wisuda yang diundur sampai November. Rasanya ada harapan, lalu kusemangati kawan-kawan untuk segera menuntaskan Skripsinya sambil memotivasi bahwa akan selalu ada kemungkinan. Sampai dua minggu sebelum pelaksanaan wisuda, ternyata tidak ada panggilan Munaqosyah. Hah, ternyata benar hari itu adalah sidang terakhir. Sakit, kecewa tentu saja. Tapi semua sudah terjadi dan ini adalah buah dari usaha terbaikku stelah aku sadar telah membuang-buang waktu. Aku gagal menuntaskannya tepat waktu.
Dan penantian itu sangat lamaa sampai aku lupa saat akhirnya aku dipanggil untuk sidang Munaqosyah dibulan Desember 2018 kemarin. Dua bulan lebih dan aku tidak pernah membukanya karena masih belum bisa melupakan, sampai akhirnya separuh dari isinya hampir saja kulupakan. Harus dibuka lagi, dibaca lagi dan dipelajari lagi. Tepat di hari H itu, aku bersama temen-temen yang bernasib sama sepertiku (yang nyaris saja) di SIDANG. Aku sudah gusar sejak semalam karen dosen pengujiku adalah supermen. Eh bukan. Dosen pengujiku adalah bapak dosen. Haha gak bisa disampein dengan kata-kata. Pengujiku adalah orang-orang keren sampai aku gak bisa berkata-kata.
Akhirnya siang itu, semua peserta sidang hari itu dinyatakan lulus dan aku juga termasuk. Tapi aku tidak bisa tersenyum lega karena draft skripsiku banyak sekali kenang-kenangannya dari masing-masing penguji. Iya, bahkan sesuatu yang kamu anggap terakhir masih saja ada revisi.  Satu bulan aku perbaiki skripsiku. Dan masih saja ada drama-dramanya. Sempat ditolak penguji dua karena belum kepenguji satu. Lalu pas dipenguji satu sempat ditolak karena lupa gak bawa kenang-kenangannya pas sidang dan aku harus balik dengan tangan hampa. Haha dan semua itu adalah bumbu. Dan bener dari cerita temen-temen yang pernah main drama-dramaan sama skripsi pasti punya cerita yang beda-beda. Dan ceritaku ini tentu bukan apa-apa, karena masih banyak cerita-cerita ngeselin yang dialami temen-temen yang lain.
Dan, dari ceritaku ini aku ingin berpesan (biar ada faedahnya hehe) bahwa skripsi itu mudah, dikerjakan saja, gak usah mikir nanti sama dosen bakal gimana-gimana, toh gak ada skripsi yang benar-benar sempurna. Kalau kamu terus memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang belum pasti, gak bakal selesai karena itu diluar batas kemampuan kamu. Kamu hanya perlu mengerjakan, bimbingkan, direvisi ya dikerjakan lagi, bimbingkan lagi dan seterusnya. Jalan terus, karena revisi pasti akan selalu ada.
Udah sih gitu aja ceritaku kali ini. Dan aku ingetin lagi stelah kamu baca ini, balik ke tulisan aku yang sebelumnya ya, yang 'Kamu yang bertanya kapan aku wisuda?' hehe. Terimakasih sudah menyisihkan menit-menit yang berharga kalian. Aku pamit yaa.

Rabu, 23 Januari 2019

KAMU YANG BERTANYA KAPAN AKU WISUDA


Dear kamu yang bertanya kapan aku wisuda

Apa kabar kamu? Ku harap semoga kamu selalu dalam lingkaran karunia Nya. Amiin. Mengenai perjumpaan kita tempo hari, atau pesan whatsapp yang sempat kau layangkan, atau sekadar komen di postingan Facebookku, tentang pertanyaan sederhana 'kapan wisuda?'.
Sejak 2018 kemarin pertanyaan itu sudah sangat akrab. Menjelang KKN tidak jarang kamu sering bertanya yang demikian dan aku masih tenang mau KKN dulu. Usai KKN, memasuki semester 8, ternyata pertanyaan itu jadi lebih sering terlontarkan dan aku mulai gusar skripsiku mandek dan semester akhir masih menyisakan 14 sks. Memasuki tahun ajaran baru kebijakan kampus dan sekolah berubah. Waktu belajar yang semakin banyak dari sebelumnya. Lalu, kamu masih saja bertanya kapan aku wisuda?
Perihal surat ini, sedikit ingin ku sampaikan jawaban tentang pertanyaanmu itu.
Alhamdulillah, Desember 2018 kemarin aku dipanggil sidang Munaqosyah dan telah dinyatakan Lulus. Dan perihal wisuda, InsyaAllah tahun ini prosesi pemindahan kuncir itu akan dilaksanakan dibulan April atau Mei. Aku belum tahu pastinya, karena pihak kampus belum mengeluarkan pengumuman resmi sampai kemarin saat aku mengumpulkan naskah kramat itu diperistirahatannya yang terakhir, akhirnya kutulis saja tanggal wisuda yang belum jelas. Tentunya sebelumnya dikonsultasikan dengan pegawai perpusnya. Hehe. Sampai disini saja ceritaku.
Aku tidak ingin bercerita banyak tentangku. Ah, rasanya bohong. Aku ingin bercerita banyak, tapi bukan disini. Dilain kesempatan saat rindu-rindu itu telah bertemu, akan kuceritakan semua yang mau kamu tahu. Kecuali jika aku tidak ingin.
Jadi, sebelum surat ini benar-benar berakhir. Aku ingin mengucapkan terimakasih untuk kamu yang telah menyempatkan diri untuk memikirkanku. Memikirkan masa depanku. Sempat langit menjadi begitu mendung, lalu persendian melemas dan mata berkunang-kunang, setiap kali kamu bertanya seperti itu. Namun, tak terbayang jika kamu saat itu tak bertanya 'kapan wisuda?' mungkin aku masih santai.. Santaii.. Kaya bang wahyu selow. Hehe.. Bisa jadi masing-masing memiliki pandangan yang berbeda dan ini wajar. Tapi, sekali lagi, buat aku, pertanyaan ini adalah semacam rambu 'kamu harus jalan'. Kamu harus jalan. Upayakan sekarang.
Hah! Akhirnya aku Lulus empat setengah tahun. Haha.. Tentu tidak ada yg dibanggakan dengan keterlambatan ini, tapi pun demikian aku bahagia telah menyelesaikan apa yang telah aku mulai. Kemudian satu teman berkata 'tidak apa-apa yang penting kamu lulus ditahun 2018'. Ya sudahlah, semua sudah terjadi. Seperti apapun aku mengejar (dulu) nyatanya Allah pun tak mengijinkan sampai akhirnya Desember kemarin.
Terakhir, aku mohon maaf jika surat ini tak seindah surat untuk starla. Namun, besar harapan surat ini bisa mewakili keberadaanku untuk menyampaikan kabar ini.

Untuk lebih nyata.
Dari aku yang ada disampingmu, yang tempo hari kau tanya kapan wisuda.
Terimakasih pernah menghadirkan pertanyaan itu.